KOTA, Radar Tulungagung – Satgas Pangan Kabupaten Tulungagung sedang mendalami kelangkaan minyak goreng (migor) di pasaran. Tim tersebut tak segan melakukan tindakan tegas apabila menemukan unsur kesengajaan penimbunan dan pelanggaran hukum lainnya.
“Kita cek dulu. Kendalanya di mana, sumbatan distribusinya di mana,” ucap Ketua Satgas Pangan Kabupaten Tulungagung sekaligus menjabat sebagai Kapolres Tulungagung, AKBP Handono Subiakto, kemarin.
Tim satgas mengakui jika persoalan migor terus berkelanjutan. Setelah harganya melonjak tajam, belakangan ini migor kemasan dengan harga Rp 14 ribu per liter sulit ditemukan, baik di minimarket, toko-toko ritel, dan lainnya. Kalaupun ada, seperti di pasar tradisional yang beberapa waktu lalu disidak satgas pangan, harganya masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Itu karena para pedagang juga mendapatkan harga kulakan yang tinggi.
“Selama kita jalan, belum ada temuan (penimbunan, Red). Namun, kita terus melakukan pengawasan. Apakah memang harga kulakaan tinggi atau memang ada unsur pelanggaran,” jelasnya.
Selain itu, tim satgas pangan akan melakukan pengawasan terhadap pedagang dadakan di media sosial (medsos) wilayah Tulungagung. Berdasarkan laporan, di medsos banyak pedagang dadakan yang menjual migor dus-dusan dengan harga di atas HET.
“Kita juga akan cek itu (pedagang dadakan, Red). Apabila ada pelanggaran hukum seperti upaya penimbunan, maka akan kita tindak tegas,” tandasnya.
Sebelumnya, Disperindag Kabupaten Tulungagung klaim pasokan migor ke Tulungagung dalam sehari mencapai 30 ribu liter. Volume itu dihitung berdasarkan kebutuhan penduduk setempat. Sementara itu, sebagai salah satu pengusaha gorengan di Tulungagung, Deni mengharapkan kehadiran migor subsidi bisa membantunya dalam melaksanakan usahanya. Sebab, selama ini, usahanya seakan tak tersentuh dengan migor subsidi karena yang didapatkan sangat sedikit dan tidak mencukupi untuk kebutuhan migor dalam usahanya.
Selain itu, harga migor yang tak menentu membuat kebingungan. Serta banyak terjadi penjual migor dadakan yang menawarkan kepadanya. Hal itu membuatnya takut untuk membeli migor dalam jumlah banyak karena takut jika sewaktu-waktu harga bisa turun.
“Padahal akan maksimal jika dalam usaha bisa membeli migor dalam jumlah banyak, karena untuk meminimalkan biaya produksi juga,” katanya.
“Untuk itu, pemerintah diharapkan bisa secepatnya menstabilkan harga migor yang beredar dan tidak ada oknum-oknum nakal yang sengaja memainkan harga untuk kepentingan pribadinya,” pungkasnya. (lil/mg1/c1/din)