TRENGGALEK – Peternak Trenggalek harus menelan pil pahit saat penyakit mulut dan kuku (PMK) melanda ternaknya. Pasalnya, antibiotik milik Dinas Peternakan (Disnak) Trenggalek sebagai obat PMK sementara habis.
Kasi Pencegahan, Pemberantasan Penyakit Hewan, dan Pelayanan Medik Veteriner Ririn Hari Setiani mengungkapkan, suntikan antibiotik yang diberikan kepada ternak terpapar PMK masih nol di Trenggalek. Anggaran Rp 450 juta untuk pengadaan antibiotik belum bisa terealisasi karena terkendala sistem informasi pembangunan daerah (SIPD) yang tutup. Kini, disnak tengah memesan antibiotik dari pabrik dan sekitar akhir Juli 2022 rencananya tiba di Trenggalek. “Masih dipesankan dari pabrik dan juga anggaran 450 juta dari BTT masih belum bisa dicairkan,” katanya.
Kelangkaan antibiotik itu membuat peternak dihadapkan ancaman kematian hewan selama satu minggu. Sebab, antibiotik yang merupakan satu-satunya obat penangkal tidak bisa dicari. “Toko lokal tidak ada, kemarin petugas mencarikan peternak hingga Kabupaten Blitar,” jelasnya.
Dampaknya, peternak harus merogoh kocek sendiri untuk membeli antibiotik. Subsidi pembelian antibiotik itu masih belum nampak dikucurkan oleh Disnak Trenggalek. “Tidak ada uang gantinya. Semua beli secara mandiri,” ujarnya.
Ririn menyampaikan, selama ini tingkat paparan PMK di Trenggalek didominasi oleh hewan sapi perah. Katanya, sapi perah memiliki tingkat paparan yang tinggi dibanding sapi potong dan kambing. “Sapi perah, kekebalan tubuhnya sangat rentan terpapar. Kalau kambing justru tidak menunjukkan tanda-tanda bisa positif PMK, sementara ada satu temuan kambing terpapar di Trenggalek,” tandasnya.(tra/c1/rka)