TULUNGAGUNG – Kondisi dua anak balita kakak beradik, Muhammad Al Fatih Khiar Adnani, 4, dan Muhammad Hattaf Amril Baqiyaa, 2, mulai membaik. Mereka selamat dan berstatus yatim piatu setelah kecelakaan maut bus Harapan Jaya dengan KA Dhoho, menewaskan kedua orang tuanya yakni Evi Mafidatul Afifah, 32, dan Guntur, 35, warga Desa Batangsaren, Kecamatan Kauman.
Berdasarkan pantauan Koran ini kemarin (2/3), masih terlihat bekas luka merah di jidat Hattaf dan bekas luka merah di pipi kiri Fatih. Dengan luka yang masih terlihat jelas, keduanya asyik bermain dengan mainan yang dipegang di tangan masing-masing bersama kawan seumurannya.
Salah satu keluarga mereka, Susilo mengatakan, setelah ditinggal kedua orang tuanya, awalnya mereka berdua sempat rewel karena mungkin luka yang dialaminya masih terasa. Namun setelah itu, tidak mengalami rewel sama sekali karena sudah asyik bermain bersama temannya.
“Namanya juga anak-anak, apalagi masih umur 4 tahun dan 2 tahun, mungkin belum paham dengan keadaan yang terjadi. Untungnya juga banyak anak sebaya mereka di rumah ini. Ada enam teman bermain Khiar dan Hattaf, jadi ada teman hingga lupa dengan kejadian nahas yang dialami beberapa waktu lalu” katanya.
Dia melanjutkan, sehari-hari mereka berdua beraktivitas bersama keluarga besar dari ibu mereka (Evi Mafidatul Afifah). Ketika kedua orang tuanya bekerja dari pagi sampai sore, keduanya dititipkan di sini karena ada nenek dan bibinya yang merawat.
“Mereka memanggil bibinya dengan sebutan ibu karena saking akrabnya, setiap hari juga dirawat bibinya saat ditinggal kerja Evi dan Guntur. Nantinya, mereka berdua akan dirawat dan dibesarkan dengan keluarga sini,” katanya.
Rumah keluarga yang ditempati mereka cukup luas. Menghadap ke selatan dengan halaman lebar yang dijadikan tempat bermain anak-anak.
Masih menurut dia, pihaknya juga masih khawatir dengan kesehatan kedua keponakannya itu. Meskipun kalau dilihat seperti tidak apa-apa, namun dengan kecelakaan yang terjadi ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Hari ini (kemarin, Red) Khiar dan Hattaf akan melakukan pemeriksaan ke RS Bhayangkara Tulungagung, untuk cek lebih lanjut apakah terjadi luka yang serius terhadap kedua anak ini. Harapannya juga tidak terjadi hal yang serius. Hanya luka luar saja di bagian wajah mereka.” katanya. Dampak psikis terhadap korban anak-anak atas terjadinya peristiwa kecelakaan bus Harapan Jaya dengan kereta api (KA) Dhoho relasi Blitar-Surabaya sangat berisiko alami mental illness atau gangguan mental. Karena itu, melakukan pemeriksaan dan membawa korban anak-anak kepada psikiater merupakan solusi untuk mencegah permasalahan tersebut muncul.
Seorang psikolog, Ifada Nur Rohmania mengatakan, jika ada peristiwa yang terjadi pada diri seseorang, respons yang timbul pada orang tersebut akan beragam. Di antaranya, ada yang sensitif dan ada juga yang emosional atas peristiwa tersebut. Namun, perlu diwaspadai ketika ditemui kondisi korban dari kecelakaan tersebut yang mengalami syok sampai menimbulkan katakutan dan kecemasan sehingga mengakibatkan sulit tidur. “Jadi setiap orang ketahanan mentalnya berbeda-beda. Jika ada yang sering melamun dan masih mengalami syok hingga sulit tidur, segera dibawa ke psikiater,” jelasnya Rabu, (2/3).
Sebelum psikiater melakukan treatment kepada pasien, perlu adanya asesmen terlebih dahulu. Karena menurut perempuan yang juga Sekertaris Komisi Penanggulangan AIDS Tulungagung ini, tiap orang sangat individual dan tertutup terhadap kondisi mentalnya. Selain itu, jika pasien korban anak-anak dari kecelakaan nahas masih sukar untuk mendatangi psikiater, setidaknya melakukan konseling agar dapat melepaskan perasaan yang masih janggal dalam peristiwa tersebut. “Dari proses konseling nanti bisa kita gali, jika nantinya korban anak-anak dalam peristiwa kecelakaan tersebut menangis atau sedih itu nanti juga bisa di-treatment secara psikologis agar emosi tersebut tidak mengendap,” paparnya.
Dia melanjutkan, jika endapan-endapan emosional itu tidak segera dilepaskan, seiring berjalannya waktu endapan emosional itu akan terus bertambah. Akibatnya, endapan emosional tersebut akan menumpuk hingga sangat memungkinkan terjadinya ledakan psikologis. “Ledakan psikologis itu bermacam-macam bentuknya, ada yang depresi, tapi yang terparah dari ledakan psikologis yakni kesehatan mental yang teganggu,” tuturnya.
Lanjut dia, ketika kondisi anak banyak mengalami kesedihan dan ketakutan, ke depannya sel saraf yang ada di otak anak tersebut akan terputus satu per satu dan hal itu sangat berkaitan dengan pengendalian emosi anak. Melihat akan bahayanya gangguan kesehatan yang dialami korban anak-anak dalam peristiwa kecelakaan tersebut, pihaknya sangat menganjurkan untuk setidaknya dilakukan konseling terhadap korban anak dari peristiwa kecelakaan tersebut. “Tidak hanya korban anak-anak, orang dewasa pun sama,” pungkasnya. (mg1/mg2/c1/din)