TULUNGAGUNG – Kasus penanganan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pada dinas pekerjaan umum dan penataan ruang (PUPR) masuk babak baru. Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung menetapkan tersangka perempuan, AK, dalam proyek pelebaran jalan di empat ruas pada tahun 2018.
“Tersangka berinisial AK sebagai Direktur PT Kya Graha, perusahaan ini sebagaimana dalam kontrak perjanjian sebagai pelaksana pekerjaan,” ujar Kejari Tulungagung Mujiarto, melalui Kasi Intelijen Agung Tri Radityo, kemarin (10/2).
Namun, tersangka AK ini sementara tidak dilakukan penahanan dari pihak kejari dengan alasan kooperatif selama proses pemeriksaan sebagai saksi maupun tersangka. Di samping itu, warga Kecamatan Kauman tersebut sudah mengembalikan sebagian uang kerugian Negara sehingga dengan berbagai pertimbangan dan sesuai arahan dari Kajari Tulungagung, tersangka tidak ditahan.
Lebih rinci, kata dia, alasan kejari menetapkan AK sebagai tersangka karena bukti permulaan telah cukup. Dengan maksud, dua alat bukti berupa dokumen yang menyatakan perbuatan AK telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi atau pasal 2 ayat 1 maupun Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor.
Dia mengaku, pemeriksaan terhadap AK cukup lama dengan waktu lebih dari enam jam, mulai pukul 13.00 WIB hingga 19.30 WIB. AK juga dicecar lebih dari 30 pertanyaan dari penyidik untuk mengetahui perannya dalam kasus ini.
Dalam kesempatan itu, dia dampingi oleh penasihat hukumnya yang bernama Bambang Handoko. Karena sesuai peraturan bila tindak pidana lebih dari lima tahun, tersangka harus didampingi oleh penasihat hukumnya.
“Langkah selanjutnya, kami bergerak cepat dalam melakukan pemberkasan dan untuk kerugian keuangan negara juga telah keluar. Ke depannya akan dilakukan pemeriksaan saksi yang tidak sedikit,” terangnya.
Nantinya, saksi yang diperiksa mencapai lebih 25 orang di antaranya dari para pelaksana proyek. Selain itu juga terdapat tiga saksi ahli akan memeriksa proyek yang dikerjakan sehingga nantinya dapat diketahui bukti-bukti lain dari kasus ini.
Sedangkan untuk kerugian negara mencapai Rp 2,4 miliar, namun telah dikembalikan Rp 1,7 miliar. Dengan demikian, masih terdapat sisa Rp 700 juta kerugian negara yang harus dibayarkan. Jumlah itu khusus proyek yang berada di ruas jalan Boyolangu-Campurdarat dan Jeli-Picisan.
“Untuk adanya indikasi tersangka lain, sementara belum ada. Hal itu nanti bisa diketahui saat proses persidangan. Lalu, target untuk tahap dua secepatnya akan segera dilakukan,” pungkasnya. (jar/c1/din)