SUKOREJO, Radar Blitar – Bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19 sedang dilakukan Isma Rofi. Perajin limbah batok kelapa sekaligus penggagas Kampung Batok di Kelurahan Tanjungsari itu sempat bangkrut. Kini pelan-pelan mulai produksi.
“Ini harus mbabat lagi. Modalnya sudah minim,” ungkap Isma Rofi kepada Radartulungagung.co.id saat ditemui di rumahnya di Kampung Batok, Kelurahan Tanjungsari beberapa waktu lalu.
Bisa dibilang modal usaha kerajinan batok yang digelutinya sejak 2009 itu kini sudah pas-pasan. Ya, pandemi Covid-19 yang menghantam Indonesia turut melumpuhkan usaha kerajinan batok milik Rofi, sapaan akrabnya. Dia pun terpaksa menghentikan produksi.
Dampak pandemi Covid-19 tak hanya dirasakan oleh Rofi. Namun hampir semua pelaku usaha maupun industri rumahan juga merasakannya. “Saat itu usaha langsung terjun bebas. Saya sudah tak bisa berbuat apa-apa. Saya hanya bisa mengandalkan stok produk yang ada untuk dijual,” tuturnya.
Aktivitas di Kampung Batok tak lagi seramai sebelum pandemi. Kampung Batok yang dibentuk oleh Rofi dan beberapa rekan perajin lain pada 2009 itu mati suri. Tak ada lagi aktivitas produksi batok kelapa di sana.
Kini, harapan untuk bisa bangkit kembali hadir. Akhir Oktober lalu, Rofi kembali menerima pesanan produk batok kelapa. Tak tanggung-tanggung, pesanan itu datang dari konsumen luar pulau. Pesanan produk itu datang dari Papua dan Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT). Jumlah produk yang dipesan tidak banyak.
“Persis ketika mbabat dulu. Semua saya kerjakan sendiri. Jadi sedikit-sedikit masih punya keterampilan,” kenangnya lantas tersenyum. (sub/c1/ady/dfs)