KABUPATEN BLITAR – Proses penyulingan minyak dari pohon gaharu cukup lama. Sekitar 24 jam. Bahkan setelah melalui proses tersebut, minyak yang dihasilkan hanya dalam satuan mililiter. Meski begitu, minyak gaharu bernilai tinggi dan laris di Timur Tengah.
Senin siang (17/1), beberapa orang terlihat sibuk memeriksa potongan kayu di gudang penyimpanan bahan baku minyak gaharu, di Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro. Mereka memastikan tidak ada lagi urat atau jalur minyak pada potongan kayu tersebut.
“Bagian yang menghasilkan minyak itu sebenarnya adalah galih kayu yang masih muda. Nah, itu harus dipisahkan dari galih,” ujar Eko Bintoro, salah seorang pekerja di tempat produksi minyak gaharu.
Sekilas memang biasa saja. Namun bagi para produsen minyak gaharu, proses itu cukup penting. Sebab, galih kayu gaharu harus benar-benar bersih agar memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain itu, jalur minyak bisa disuling menjadi komponen parfum yang juga memiliki harga jual lumayan.
Hati-hati dan cermat menjadi keharusan dalam proses curving (mencukil) itu. Sebab, sedikit kesalahan bisa mengakibatkan kerugian. “Karena dikerjakan manual, kami butuh banyak tenaga kerja dalam proses ini. Makanya masyarakat sekitar juga kami libatkan,” terangnya.
Tak banyak yang dibutuhkan dalam proses penyulingan. Dalam sekali proses penyulingan, Eko dan para pekerja lain hanya butuh sekitar delapan kilogram potongan kayu gaharu yang memiliki jalur minyak. Itu bukan karena kapasitas produksi terbatas, melainkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
“Dari delapan kilogram bahan itu, bisa menghasilkan sekitar tiga mililiter minyak. Dalam sekali proses penyulingan, butuh waktu sekitar 24 jam,” katanya.
Sebenarnya, pernah menyediakan sarana dengan kapasitas produksi lebih besar. Tungku penyulingan minyak dibuat untuk menampung sekitar 30 kilogram bahan baku. Lama proses penyulingan juga bertambah lantaran menyesuaikan bahan. Sayangnya, minyak yang dihasilkan tidak begitu maksimal. Padahal, waktu yang dibutuhkan dalam satu proses ini tidak kurang dari lima hari lamanya.
Dari pengalaman itulah, Eko menyimpulkan bahwa proses penyulingan minyak gaharu memang tidak bisa dipaksanakan. Salah satu cara meningkatkan produksi minyak hanya dengan menambah sarana penyulingan.
Tak heran harga minyak gaharu tergolong mahal. Mulai Rp 300 ribu sampai Rp 600 ribu per mililiter. Perbedaan harga terjadi karena kualitas minyak yang dihasilkan kadang berbeda. Itu dipengaruhi bahan baku. Semakin tua pohon gaharu, kualitas minyak yang dihasilkan semakin baik. “Minyak yang baik itu memiliki warna agak jernih, hijau kekuningan,” jelas Eko.
Pohon gaharu memang tidak banyak ditanam masyarakat di Bumi Penataran. Kendati begitu, produsen minyak gaharu ini tidak pernah kekurangan bahan. Sebab, bahan baku tidak hanya berasal dari Blitar. Mayoritas dari luar daerah, misalnya Kalimantan dan Sulawesi.
Tidak hanya mengandalkan pohon yang tumbuh secara alami, untuk kebutuhan jangka panjang kini juga ada banyak gaharu budi daya yang ditaman masyarakat. “Permintaan minyak gaharu banyak dari luar negeri, utamanya untuk kebutuhan di negara Timur Tengah,” katanya.
Tidak hanya minyak, galih kayu gaharu juga menjadi menu utama untuk kepentingan wewangian di wilayah tersebut. Karakter aroma minyak gaharu memang berbeda. Meski begitu, banyak yang suka. Tak sedikit yang impor minyak atau produk gaharu dari luar. “Padahal, yang dari luar itu juga impor dari produsen dalam negeri,” tandasnya. (*/c1/wen)