TRENGGALEK – Kota Alen-Alen kehilangan salah satu tokoh agama, KH. Fatchulloh Sholeh. Ia tutup usia rabu (5/10/22) siang, di usia ke-49. Semasa hidup, Gus Loh dikenal sebagai pemimpin agama yang demokratis.
Gus Loh -panggilan akrabnya- masih menjabat sebagai Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Trenggalek masa khidmat 2021-2026. Gus Loh merupakan putra bungsu KH. Muhammad Sholeh bin KH. Abdullah Umar. Kiai Abdullah Umar adalah pendiri pesantren Attaqwa Kedunglurah sekaligus mursyid tarekat Naqsabandiyah-Kholidiyah. Kakek Gus Loh ini merupakan santri dari Syaikhana Kholil Bangkalan, seangkatan dengan Hadratussyaikh Hasyim Asyari dan Kiai Abdul Karim Lirboyo.
Gus Loh kecil dididik oleh keluarga besarnya dalam lingkungan pesantren salaf dan tarekat. Adapun pendidikan umumnya dijalani di SDN 2 Kedunglurah dan SMPN 1 Pogalan. Baru setelah itu, beliau berkelana dari satu pesantren ke pesantren lainnya guna menimba ilmu agama. Di antaranya, Pesantren Lirboyo selama 2 tahun kemudian PPHM Ngunut selama 6 tahun.
Selain itu, beliau juga pernah nyantri di Pesantren Fathul Ulum (PFU) Kwagean Pare, PP. Sirojul Ulum Papar (KH. Abdullah Anshori), dan Pesantren Roudlatul Kholidiyah Senepo Kutoarjo Purworejo Jawa Tengah. Di pesantren terakhir, Gus Loh menghabiskan 1 tahun lebih untuk memperdalam tarekat Naqsabandiyah-Kholidiyah. Di sela-sela mondoknya tersebut, Gus Loh juga berhasil menyelesaikan pendidikan umumnya hingga sarjana.
Khidmahnya di Nahdlatul Ulama dimulai ketika beliau ditunjuk untuk memimpin GP Ansor Ranting Kedunglurah pada tahun 1999/2000. Kemudian aktif di Departemen Dakwah PC GP Ansor Trenggalek, hingga menjadi Ketua Pimpinan Cabang, dan Wakil Ketua PW GP Ansor Jatim. Pada waktu Gus Dur membentuk PKB, bersama tokoh-tokoh pemuda lainnya, termasuk Gus Baha’ PKK, Gus Loh aktif di Garda Bangsa.
Gus Loh juga aktif di PC Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) sebagai sekretaris. Pada waktu itu, Ketua RMI dijabat oleh Kiai Dalilan, di periode Ketua PCNU Trenggalek H. Husni.
Pada 2005, Gus Loh menikah dengan Ning Laila Rohmatin dari PP. Al-Hidayah dan Lembaga Pendidikan Sunnatun Nur, Senori, Tuban. Dari pernikahannya dengan Ning Ela, mereka dikaruniai tiga anak: Khodijah Alfatich Rahma Ilahi (Icha), Muh. Laroibavieh Anugerah Ilahi (Bavie), dan Adiba Basmalah Rahma Ilahi (Adiba).
Di samping khidmahnya di organisasi Nahdlatul Ulama, beliau juga mendirikan dan mengasuh PP. Bumi Hidayah Attaqwa, Kedunglurah, Pogalan. Melalui pesantren yang didirikan dengan sistem salaf murni tersebut, ada 150-an santri mukim yang beliau asuh, laki-laki maupun perempuan.
Gus Loh tutup usia, banyak kenangan yang dialami oleh kader-kader muda nahdliyyin yang memiliki pengalaman berkesan dengan mendiang. Salah satunya Mohammad Nurul Izza, Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kecamatan Durenan, Trenggalek.
Izza mengaku, dulu sewaktu dirinya menjadi ketua PC IPNU Trenggalek 2017-2019 mengadakan acara bagi takjil dikemas dengan acara band dan diizinkan oleh Gus Loh. “Pertama kalinya itu mengadakan band-band nan di gedung NU. Beberapa alumni ya kaget, gedung NU kok dibuat band-band nan. Apa sudah minta izin PCNU, ya saya jawab simple. Sudah. Gus Loh mengizinkan,” ungkap Mohammad Nurul Izza.
Kang Izza sapaan akrabnya mengaku, Gus Loh bukan sosok pimpinan dengan pemikiran-pemikiran yang kolot ala era dulu. Gus Loh tipikal orang yang mampu menempatkan diri, dan mengetahui apa yang menjadi kepinginan kader-kader yang di bawah sebagai salah satu wadah yang diinginkan kader-kader di bawah merupakan contoh sederhana. “Biasanya kan gedung NU tempat yang sakral, sholawat dan seterusnya. Dengan kepemimpinan Gus Loh, ketika saya usuli ini gus ramadhan bukan sholawatan, tapi teman-teman menginginkan Band-band an niki dan bagi takjil. Gus Loh diperbolehkan itu salah satu hal yang berkesan bagi saya,” bebernya.
Menurutnya, saat memimpin di PCNU Trenggalek, Gus Loh bisa memposisikan diri bersama siapa saja yang sowan (silaturahmi). Baik konsultasi ataupun permasalah pribadi dengan Gus Loh diterima dengan baik.
Selanjutnya, Gus Loh bisa satu sisi bisa menjadi Bapak, satu sisi bisa memposisikan diri menjadi seorang sahabat tanpa kemudian memandang batas usia kader yang diajak jagongan. Bisa melayani kader-kader yang muda. “Sudah lumrah terkadang mintanya kader yang muda dengan kader sepuh itu berbeda. Tapi beliau bisa memposisikan diri. Jadinya itu tadi, kadangkala bisa menjadi bapak bisa ngemong. Terkadang bisa ya bisa jadi teman yang bisa mendengarkan keluh kesah kader yang di bawah,” jelasnya. (tra/zaq)