TULUNGAGUNG – Pengguna jasa hiburan karaoke di Kota Marmer mulai merebak setelah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung memberikan kelonggaran untuk operasional. Tentu hal tersebut membuat pemandu lagu alias purel tak sepi order.
Cenderung gelap dengan kerlap kerlip lampu menghiasi suasana salah satu warung remang-remang yang ada di pinggiran Kecamatan Tulungagung. Di dalam warung itu terdapat sekitar 10 ruangan gelap dengan layar monitor sebagai penerangan yang tak lain adalah room karaoke. Terdapat sekitar lima sampai sepuluh wanita yang menggunakan pakaian minim. Tugas mereka menemani pelanggan yang datang ke warung remang-remang itu untuk bernyanyi.
Mereka memiliki banyak cerita di balik pekerjaannya ini, salah satunya adalah perempuan cantik yang berasal dari salah satu kota besar di Jawa Timur (Jatim) yang namanya tidak mau disebut. Perempuan ini memiliki paras ayu dan suara yang tak kalah dengan para penyanyi dangdut kelas atas.
Usianya tergolong muda, pada tahun 2022 ini genap menginjak usia 25 tahun. Pada usia mudanya, dia sudah tak asing dengan kata kerja keras. Masa yang seharusnya dihabiskan untuk bersekolah digunakan untuk bekerja. “Sejak kecil sudah bantu berjualan es dawet di pinggir jalan, mendorong gerobak adalah kegiatan yang sejak kecil sudah saya lakukan,” katanya.
Kehidupanya semakin keras tatkala niat menikah untuk mencari kebahagiaan namun malah kandas di tengah jalan dan menyandang status janda. Dalam pernikahan yang sudah dijalani, dia memiliki seorang putra yang harus dihidupinya karena mantan suami tak tau ke mana.
Alasannya terjun bekerja sebagai pemandu lagu tak lain karena himpitan ekonomi sehingga memaksanya dalam pekerjaannya yang sekarang.
Dia menyadari, dalam hati kecil tidak ingin bekerja seperti apa yang dikerjakan sekarang. Belum lagi omongan miring orang yang terdengar menghantui telinga. Namun tidak ada pilihan lain, pekerjaan tersebut tetap dilakukan karena susahnya mencari pekerjaan di zaman sekarang ini. Meski demikian, menurut dia menjadi purel memang mampu mendapatkan uang yang lumayan untuk kehidupannya di Tulungagung dan dikirim ke rumah.
“Kalau boleh memilih saya tidak mau bekerja seperti ini, namun siapa yang akan menghidupi anak dan adik-adik saya di kampung halaman jika saya tidak mengirim uang ke meraka setiap bulannya,” jelasnya setelah menghisap sebatang rokok di tangannya.
Dia mengungkapkan, setahun merantau di Tulungagung, dalam bekerja sebagai purel tak jarang mengalami tindakan-tindakan tak menyenangkan hati dari pelanggan yang terdiri dari pemuda sampai bapak-bapak. “Contohnya belum apa-apa sudah ada tangan yang jail ke mana-mana,” katanya.
Namun dia harus tetap menunjukan wajah ceria, harus tetap membawakan lagu yang liriknya sudah disediakan di monitor tempat karaoke tersebut.
Dia mengatakan, tampil cantik dan menarik menjadi tuntutan pekerjaan, pakaian yang cenderung seksi dengan makeup layaknya artis Korea menjadi pilihannya untuk menarik perhatian pelanggan yang mengajaknya karaoke. Tentunya semakin banyak yang mengajak karaoke juga semakin banyak rupiah yang didapatkan. “Karena kan kita juga bersaing dengan yang lainnya untuk diajak bernyanyi, yang paling cantik biasanya sering diajak,” kata perempuan lulusan SMP tersebut.
Sempat sepi karena memang tempatnya bekerja jarang didatangi tamu akibat pagebluk yang kemarin terjadi. Dia mengaku kini sudah mulai ramai lagi. Kemungkinan karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang sudah mulai beranjak meregang, membuat tempat kerjanya mulai ramai kembali.
Biasanya setelah matahari terbenam adalah waktunya berangkat bekerja, sekitar tengah malam pukul 24.00 WIB jam kerja sudah selesai dan bisa kembali untuk beristirahat. Pernah juga setelah bekerja di tempat karaoke, dia juga mencari penghasilan lain untuk tambahan keuangannya. “Hasil yang didapatkan tergantung pada yang mengajak bernyanyi waktu itu,” pungkasnya. (*/c1/din/bersambung)