TULUNGAGUNG – Menjadi pemandu lagu bukan merupakan keinginan pribadi bagi sebagian orang. Terkadang mereka terpaksa terjun ke dunia hiburan, karena tak ada lagi sumber penghasilan setelah dicerai suami.
Suasana di salah satu tempat karaoke di pinggiran Kecamatan Tulungagung ini tampak ramai dalam seminggu terakhir. Jika saat pandemi tahun lalu mencekam, tempat hiburan ini tutup total. Hampir tiap malam pagar tertutup dan ruang gelap gulita.
Kini sudah berbeda, parkir dipenuhi mobil dan sepeda motor. Masuk beberapa meter di ruang lobi, seorang kasir dan waiter sudah ada. Lampu warna-warni tampak di lorong-lorong ruang. Suara dentuman musik terdengar dari beberapa room.
Memang, ini tempat hiburan malam. Fasilitas yang disediakan pengelola lokasi tersebut, di antaranya ada pemandu lagu untuk menemani para pengunjung.
Di situ ada beberapa pemandu lagu duduk berjejer, tampak terlihat jika diintip dari pintu kaca. Tergantung selera pengunjung, jika ingin memakai jasa mereka untuk menemani bernyanyi. Jika cocok bisa menyampaikan ke waiter.
Dari sekian pemandu lagu, ada perempuan berinisial Sn. Dia pun tak sungkan menemani tamu, ketika sudah jadi pilihan untuk berada di room karaoke.
Masuk dengan gaya sopan dan mudah bergaul, itulah kesan pertama ketika bertemu Sn. Ketika mengobrol di ruangan sekitar 6×6 meter dengan lampu gemerlap, memang tak terlihat wajah aslinya. “Ya begini Mas, mau gak mau dijalani kehidupan seperti ini. Sebenarnya ingin kerja lain, tapi sudah terlanjur,” ungkapnya mengawali cerita.
Dia tidak mengira awalnya masuk ke dunia hiburan. Bermula ketika sang suami, warga di Kecamatan Sumbergempol, menceraikannya empat tahun lalu dan tidak mengurus anaknya. Namun, naluri sebagai seorang ibu tetap ingin membahagiakan anaknya.
Berbagai cara sudah diupayakan, termasuk tidak tahan godaan ketika ada pria mengajak untuk ditemani nyanyi di tempat karaoke. “Dulu ikut teman-teman, akhirnya ada salah satu pengelola tempat hiburan memanggilnya untuk bekerja,” tandas perempuan 24 tahun ini.
Dari situ mulai bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari bagi dua anak hasil dari pernikahannya.
Uang dari jasa menemani para tamu dan tips tergolong tidak sedikit. Tiap kali tampil bisa mencapai ratusan ribu.
Bahkan pernah mendapatkan tips dari tamu Rp 2 juta. “Bagaimana tidak kaget, kerja sebentar modal suara bisa sampai segitu,”ujarnya sambil tersenyum.
Selain bisa menghidupi dua anaknya, juga cukup untuk membayar uang kontrakan rumah di daerah Kecamatan Kedungwaru.
Seolah roda berputar. Ketika pandemi merebak, tempat hiburan tutup total. Praktis pendapatan turun drastis dan putar otak. Keterampilan lain tidak dimiliki.
Beruntung, ketika itu kafe-kafe karaoke di pinggiran buka secara sembunyi-sembunyi. Meski order dalam hitungan jari, tetap bisa untuk kebutuhan sehari-hari. “Belum cukup Mas di kafe pinggiran, tamu resek dan genit,” tandasnya.
Dia rela pergi ke sejumlah kafe luar kota termasuk Kediri ketika pandemi tahun lalu, dengan risiko penularan Covid-19 begitu besar. Beruntung, tidak sampai tertular virus korona.
Jika selama ini sebagian waktu malamnya untuk bekerja di tempat hiburan, maka dia memanfaatkan pagi hari untuk mengantarkan anaknya sekolah atau belajar secara daring.
Di samping itu, membuat usaha lain berupa sambal cumi yang dijual secara online. Hanya mengambil keuntungan Rp 5 ribu tiap botol, namun masih belum bisa menopang kebutuhan sehari-hari.
Dengan demikian, ketika tempat hiburan di Kota Mamer mulai dibuka itu membuatnya ingin terjun kembali. “Kalau ada panggilan, berangkat. Tidak peduli sampai pagi,” ungkap penggemar makanan pedas ini.
Dia tidak tahu sampai kapan akan mengakhiri jalan hidupnya yang penuh dengan risiko ini. Rawan jadi korban kekerasan fisik hingga pelecehan seksual. “Dijalani saja, terpenting happy-happy,” ungkapnya.
Dia terkadang sering mendapatkan pesan singkat dengan kalimat mesra dari tamu yang pernah ditemaninya. Namun, itu semua tidak diambil pusing.
Terpenting, lanjut dia, dua anaknya bisa meneruskan sekolah hingga jenjang SMA dan kebutuhan sehari-hari tercukupi. (*/c1/din)