TULUNGAGUNG – Hari Bakti Adhyaksa masih terhitung dua minggu lagi. Namun, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung menggelar lomba melukis sekaligus mengenalkan para generasi muda perihal tugas dan wewenang Kejaksaan RI.
Suasana ramai terlihat di gedung cokelat milik Kejari Tulungagung di Jalan Jayeng Kusuma Nomor 15. Gedung itu dipenuhi kendaraan yang ternyata dikendarai oleh para anak SMA/SMK bersama gurunya. Mereka mengikuti lomba melukis dalam rangka Hari Bakti Adhyaksa Ke-62. Puluhan lukisan bertema “Tugas dan Wewenang Kejaksaan RI” dipoles oleh para pemuda tersebut.
Mereka berkreasi di aula Kejari Tulungagung yang berlokasi di lantai 3. Seketika pukul 10.00 WIB di lantai 3 yang terdapat aula dan rooftop, ikut menjadi tempat menyalurkan imajinasi para perupa muda. Gambar para jaksa yang memakai seragam khas cokelat banyak tersalurkan pada sebagian lukisan mereka.
“Saya jarang ikut lomba melukis, hanya dua kali ini, karena biasanya saya cuma main sketsa. Saya menggambar Dewi Keadilan dan padi timbangan. Hal itu karena lambangnya kejaksaan dan sekalian menggambar Dewi biar tambah cantik,” ujar peserta asal MAN 1 Boyolangu, Faluja Akbar.
Siswa yang memakai seragam sekolah warna hijau ini juga menjelaskan makna lain dari gambar yang dilukisnya. Itu seperti Dewi Keadilan yang digambarkan seperti pohon, karena pada daunnya dapat diibaratkan orang. Jika telah layu, lama-lama seperti manusia, gugur atau mati.
Uniknya, dia merupakan pelukis kidal. Selama proses melukis, dia terlihat memakai tangan kiri dan terlihat telah terbiasa. Dia mengaku kidal sejak lahir. Selama 2 jam lebih, tangan kirinya bekerja menggambar Dewi Keadilan tersebut. Namun sebelumnya, dia hanya bermodal menghafal sketsa, meskipun sesekali melihat ponsel karena lupa sketsa yang menjadi referensi.
Gambar yang sama juga terlihat pada lukisan Nila Eka Aprilia dari SMAN 1 Gondang. Karena baginya, keadilan itu harus seimbang. Pada lukisannya terdapat gambar tangan diborgol di bagian kiri yang diibaratkan terdakwa, serta palu di bagian kanan diibaratkan lembaga pengadilan.
“Untuk makna warna di belakang Dewi Keadilan itu terang karena memberikan pencerahan, karena hukum akan memberikan dampak baik ke depannya. Ada sisi yang lebih gelap lagi, karena ketika bersalah, jiwa kita menjadi kelam,” terangnya.
Siswi kelas XI SMA ini mengaku jika ide lukisan dari dirinya sendiri. Tema yang diambilnya murni dari eksplorasi tema lomba, yakni “Tugas dan Wewenang Kejaksaan”. Menariknya, dia memiliki cita-cita menjadi jaksa. Hal itu karena Nila ingin memberikan keadilan kepada yang berhak, sebab itu termasuk suatu hal yang mulia.
Gambar berbeda tampak dari lukisan Sellin Fakhrun Nissa. Dia melukis sebuah tokoh kejaksaan yang memakai seragam cokelat dan topi kabaret dengan kumis tebal. Tidak hanya itu, dia juga membuat potongan tangan yang memegang uang berwarna hijau. Hal itu dideskripsikan sebagai kegiatan penyuapan.
Lalu, tokoh jaksa tersebut menutup mata memakai kain, seolah tokoh itu tidak ingin melihat tindakan kotor. Hal itu dibuat karena Sellin menganggap tokoh hukum patut didambakan kejujurannya. Namun, dia sendiri tidak memilki minat untuk menjadi jaksa atau aparat hukum, karena belum terpikirkan.
“Untuk warna, saya tidak terlalu berpikir dan tidak ada makna khusus. Saya tadi selesai 2 jam. Namun, saya kasih warna detail sehingga tepat waktu, 3 jam selesai,” tuturnya.
Kriteria penilaian sebenarnya tidak banyak. Salah satu juri lomba yakni Muhammad Ruslan menjelaskan, penilaian ini sesuai kriteria yang diumumkan ke peserta beberapa waktu lalu. Itu seperti kesesuaian tema; komposisi yang meliputi warna, bentuk, dan penataan; keunikan yang bisa dalam bentuk gambar dan teknik atau keduanya; daya kreativitas; dan orisinalitas karya. “Kriteria lain yakni ada ungkapan visual baru yang berkaitan teknik. Selain itu juga kecermatan dan ketelitian dari segi seni rupa,” terangnya.
Menurut Ruslan, secara teknis, lukisan milik para peserta dinilai cukup menguasai bahan dan alat yang dipakai. Namun, mereka sedikit kesulitan mengolah tema sehingga beberapa karya cenderung seperti gambar poster dan lukisan kurang pas. Keterbatasan waktu karena peraturan lomba mungkin juga membuat mereka kurang maksimal, karena ada beberapa anak yang karakter lukisannya butuh waktu panjang. “Namun, rata-rata hasilnya bagus. Cukup menguasai tema, bahan, dan bagus sekali secara teknis,” tukasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kejari Tulungagung Teguh Ananto menerangankan bahwa lomba melukis ini merupakan rangkaian Hari Bakti Adhyaksa Ke-62. Lomba ini juga bertujuan agar para siswa SMA/SMK lebih memahami tugas dan wewenang kejaksaan yang dituangkan dan diekspresikan dalam bentuk lukisan. Bahkan, ini juga salah satu cara untuk mewadahi hobi melukis para perupa muda.
Dari data yang didapat, Teguh menyebut terdapat 48 peserta yang terdiri dari SMA/SMK yang ada di Tulungagung. Lomba melukis kemarin (7/7) berlangsung selama 3 jam, sejak pukul 10.00 WIB. Lomba melukis ini dipilih karena minat pada beberapa tahun terakhir sedikit dan lama tidak ada lomba melukis di Tulungagung.
“Sehingga pada momentum Hari Adhyaksa ini, saya memberikan peluang kepada para pemuda untuk meningkatkan kreativitasnya dalam hal melukis. Sekaligus mengenal dan mengedukasi tugas kejaksaan. Harapan kami adalah adik-adik ini lebih memahami tugas dan wewenang kejaksaan,” pungkasnya. (*/c1/din)