KOTA BLITAR – Belasan ribu buku nikah dimusnahkan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Blitar kemarin (23/9). Sebab, buku nikah tersebut sudah kedaluwarsa dan tak layak pakai.
Mayoritas buku nikah tersebut terbitan masa Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali. Kendati demikian, kantor Kemenag masih memiliki stok buku nikah. ”Kami masih ada stok. Sebagian merupakan terbitan periode Menag Lukman Hakim Saifudin. Itu masih bisa dipergunakan selama belum ada larangan dari Kemenag pusat. Dimusnahkan atau tidak, itu tergantung dari Kemenag pusat,” kata Kasi Bimas Islam Kantor Kemenag Kota Blitar Purnomo, kemarin (23/9).
Ada sebanyak 5.718 pasang atau 11.436 buku nikah yang harus dimusnahkan. Pemusnahan itu dilakukan dengan cara dibakar. Itu setelah ada persetujuan dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Jawa Timur (Jatim). Kanwil menyetujui karena buku nikah tersebut dianggap telah kedaluwarsa. Meskipun masih ada stok buku nikah yang lama, kantor Kemenag kota juga menunggu stok baru.
Stok baru itu tentu buku nikah terbitan periode Menag saat ini, Yaqut Cholil Qoumas. Biasanya, kantor Kemenag kota harus mengajukan buku nikah baru terlebih dulu ke Kemenag pusat. ”Setiap tahun kami dijatah. Jumlahnya sesuai dengan usulan. Standarnya, jumlah pernikahan di tahun sebelumnya ditambah 10 persen,” tutur pria ramah itu.
Kondisi tersebut tentu membuat stok buku nikah makin bertambah. Sebab, Kemenag menjatah setiap tahunnya. Apalagi, selama pandemi Covid-19, cukup banyak buku nikah yang nganggur atau tidak terpakai. ”Memang selama pandemi banyak pernikahan yang tertunda karena ada pembatasan dari pemerintah,” ungkapnya.
Pembatasan itu berupa larangan mengadakan pesta atau resepsi pernikahan dengan mengundang banyak orang. Sementara masyarakat Indonesia selama ini menganggap bahwa pernikahan merupakan kegiatan yang sakral. Ketika tidak mengundang banyak orang dari sanak saudara, kerabat, dan lain sebagainya, terasa ada yang kurang. Mau tidak mau, masyarakat rela menunda resepsi pernikahan.
Selama pandemi, pengajuan buku nikah turun drastis menjadi sekitar 800 sampai 900 pasang buku per tahunnya. Sebelum pandemi bisa mencapai 1.200 sampai 1.300 pasang buku nikah. ”Tetapi tahun ini mulai berangsur ada peningkatan. Meningkat sekitar 30 persen daripada selama pandemi,” tandas Purnomo. (sub/c1/wen)