KOTA BLITAR – Mengawali karir sebagai pemain sepakbola profesional, Novan Eko Prasetyo kini justru mantap menjadi pelatih tim futsal Kota Blitar. Padahal, kala itu karirnya cemerlang, berkompetisi di Liga Nasional.
Langit temaram menyelimuti Kota Patria. Semburat cahaya jingga di ufuk barat mulai meredup. Jarum jam menunjukkan pukul 18.00 ketika puluhan pemuda mengikat tali sepatu dan mulai menenteng bola di sport center. Itu adalah agenda latihan rutin Asosiasi Futsal Kota (Afkot) Blitar. Frendy Eka Prasetyo, sang juru taktik yang petang itu bertugas memimpin jalannya sesi latihan.
Di lapangan, Frendy dikenal tegas. Itu tampak ketika dia memberi instruksi kepada beberapa pemain yang tak fokus saat berlatih. Tapi dibalik sosoknya yang tegas di lapangan, pria berkacamata itu juga mudah bergaul. Tak jarang Frendy bercanda di waktu rehat latihan. Uniknya, pria itu tak berlatar belakang sebagai atlet futsal, melainkan pemain sepak bola profesional.
“Basic saya adalah pemain bola. Dulu saya jadi pemain PSBK Blitar U-17 dan pernah ikut tim porprov Kota Blitar,” ujar Frendy mengawali ceritanya.
Menunjukkan permainan yang baik saat membela PSBK Blitar Junior membuat sejumlah tim dari berbagai daerah tergoda meminangnya. Benar saja. Frendy mulai petualangannya di kompetisi sepak bola nasional setelah bergabung dengan tim PSP Padang. “Kalau tidak salah itu sekitar 2009. Saya main di divisi utama bersama PSP Padang,” sebut pria kelahiran 28 Maret 1990 itu.
Frendy yang kala itu masih berusia 19 sudah banyak mengecap pengalaman merumput bersama banyak tim. Mulai Persib Bandung, PSID Jombang, Persesa Sampang, hingga PS Bengkulu. Nama terakhir adalah klub yang tidak mungkin dia lupakan. Alasannya, saat membela tim berjuluk Badak Sumatra itulah terjadi sebuah insiden yang mengubah perjalanan karirnya di dunia si kulit bundar.
Ayah satu anak itu menceritakan, kala itu dia membela PS Bengkulu berhadaan dengan PSPS Pekanbaru dalam kompetisi Copa Dji Sam Soe. Frendy yang coba mengontrol bola tidak sengaja terjatuh. Tanpa disangka, salah satu pemain lawan menabrak tubuh Frendy dan menimpa kaki kanannya. Ditindih tubuh pemain dan terganjal bola di waktu yang sama membuat kaki kanan pria 32 tahun ini mengalami dislokasi. Tepatnya bagian sendi lutut. “Kalau insiden itu di akhir 2010. Akhirnya saya istirahat selama setengah tahun dan memilih pulang ke Blitar untuk pemulihan cedera,” akunya.
Setelah berhenti sepak bola selama hampir enam bulan, kondisi Frendy kian membaik. Itu membuat Askot Blitar memutuskan untuk mengikutsertakannya sebagai pemain dalam gelaran Porprov Jatim pada 2011. Tapi, tim pelatih memberinya porsi latihan khusus mengingat saat itu Frendy baru sembuh dari cedera. “Saya latihan 3-4 kali sepekan. Kalau pemain lain latihan enam hari sepekan. Karena kalau terlalu dipaksakan cedera saya kambuh dan membengkak,” bebernya.
Warga Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan itu tak menyangka atas hasil yang diperoleh tim Askot Blitar di gelaran porprov tahun itu. Sebab, Kota Patria justru bisa lolos hingga babak semifinal. Dia menegaskan, itu adalah prestasi tertinggi tim Askot Blitar yang didapat dari gelaran porprov. Sayang, itu adalah kompetisi resmi terakhir yang diikuti Frendy sebagai pemain sepakbola. “Karena setelah porprov itu kan terjadi dualisme di tubuh PSSI. Bahkan, ada dua kompetisi sepakbola. Yaitu, LPI dan ISL,” sesalnya.
Buntutnya, pria berjenggot itu memilih vakum dari dunia sepakbola selama beberapa tahun. Tapi, harus diakui jika dia sangat merindukan atmosfir pertandingan sepakbola. Frendy sesekali melirik peluang untuk kembali berkompetisi sebagai pemain profesional. Gayung tersambut, pelatih futsal Kota Blitar mengajaknya berkecimpung sebagai atlet futsal. Tak perlu waktu lama, Frendy segera mengiyakan ajakan dari sang pelatih.
“Dulu ada namanya Coach Agi. Dia juga mantan pemain bola dan pernah membela Persebaya. Begitu dia jadi pelatih futsal Kota Blitar, saya diajak bergabung kira-kira pada 2015,” jelasnya.
“Dari sana saya mulai belajar detil permainan futsal. Dan ternyata sangat menyenangkan,” imbuhnya.
Seiring berjalannya waktu, Frendy muda berkesempatan untuk menjajal beberapa tim futsal kenamaan di Blitar. Mulai Serba Prima FC, Pumada FC, Pundi Kencana FC, hingga Polres Blitar Kota FC. Uniknya, kala itu dia juga dipercaya untuk menjadi asisten pelatih tim futsal Kota Blitar untuk gelaran porprov 2015 di Blitar dan sekitarnya. “Dan Alhamdulillah kami dapat juara tiga di sana,” sambungnya.
Penasaran, pria berambut ikal itu memberanikan diri merambah dunia kepelatihan. Setelah melalui beberapa proses, Frendy mulai dipercaya sebagai pelatih kepala tim futsal Kota Blitar. Itu membuatnya percaya diri memimpin tim futsal ke perhelatan Porprov Jatim 2018.
Sayangnya, Kota Blitar belum memiliki induk cabang olahraga (cabor) futsal, kendati sudah berpartisipasi di sejumlah event tingkat lokal maupun provinsi. Itu membuatnya menghimpun rekan sejawat untuk membentuk satu asosiasi futsal di bawah naungan Askot PSSI Blitar. “Saya koordinasikan dengan ketua askot. Akhirnya ada SK turun dari asprov di 2019 lalu,” jelas Frendy.
Namun, tugasnya belum berakhir. Sebab, kini dia masih harus memastikan persiapan Afkot dalam keikutsertaannya di Porprov ke-VII Jatim tahun ini. Walaupun dia kini sudah meninggalkan dunia seoak bola, Frendy mengaku ingin tetap berkontribusi bagi kota kelahirannya. Salah satunya dengan berbagi ilmu melalui futsal.
“Saya lihat potensi luar biasa. Atlet futsal kita punya kesempatan yang sama. Tinggal kita poles saja. Karena pasti kita ingin berkontribusi lebih bagi Kota Blitar,” tandasnya. (*/wen)