Tulungagung – Keponakan Kapten Kasihin, Setyo Basuki, menggambarkan perawakan Kapten Kasihin yang memiliki postur tubuh tinggi dan besar sehingga terkesan gagah. Kapten Kasihin memiliki warna kulit sawo matang dengan rambut belah tengah yang selalu tersisir rapi. Berdasarkan cerita dari kakeknya, dulu sebelum gugur dalam perang melawan Belanda, Kapten Kasihin tengah menjalin kasih dengan seorang perawat yang berasal dari wilayah Kediri. “Ceritanya dulu itu Kapten Kasihin mempunyai kekasih seorang perawat dari Kediri. Kalau sekarang masih hidup, mungkin umurnya sekitar 90-an tahun,” jelasnya kemarin (9/11).
Pahlawan kemerdekaan yang gugur pada perang agresi Belanda kedua ini bercita-cita menjadi seorang guru. Beliau sempat mengajar di salah satu sekolah dasar (SD) di wilayah Watulimo, Trenggalek. Semasa mudanya, Kapten Kasihin sering kali memberikan motivasi dan semangat bela negara kepada pemuda-pemuda di tanah kelahirannya di wilayah Desa Kalangbret, Kecamatan Kauman. “Di sini ada banyak sekali pensiunan tentara yang dulunya sempat mendapatkan motivasi dan semangat bela negara dari Kapten Kasihin. Salah satunya mayor yang baru saja pensiun di utara rumah ini,” paparnya.
Disiplin, rapi, dan religius tersemat pada kepribadian Kapten Kasihin di masa hidupnya. Beliau memiliki pemikiran cerdas sehingga menjadikannya seorang guru sekolah dasar di masa itu. Namun, dengan kepribadian dan kecerdasan tersebut, beliau sempat tidak diterima menjadi tentara pembela tanah air (PETA) pada saat perekrutan di Tulungagung. “Dulu itu sempat ikut rekrutmen tentara PETA di Tulungagung, tetapi tidak diterima dan ikut rekrutmen lagi di wilayah Trenggalek. Baru keterima di sana,” ucapnya.
Anak kesepuluh dari pasangan Tomo Diharjo dan Markinah ini sempat selamat pada perang agresi Belanda di wilayah Nganjuk. Akan tetapi, tentara terus memburu Kapten Kasihin yang bersembunyi di kediaman warga. Pahlawan kemerdekaan asal Tulungagung tersebut gugur dengan usia yang tergolong muda, sekitar 29 tahun. “Waktu agresi Belanda itu, sama anak buahnya sudah diperingatkan kalau di sana ada tentara Belanda. Namun, Kapten Kasihin masih belum percaya kalau tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri. Ketika memeriksa wilayah itu, beliau sempat mendapatkan tembakan di kaki sebelah kanan. Sebelum akhirnya gugur saat bersembunyi dari incaran tentara Belanda yang menemukan Kapten Kasihin di kediaman warga,” ungkapnya.
Kini nama harum Kapten Kasihin telah diabadikan menjadi nama jalan protokol di wilayah Kecamatan Tulungagung. Tak hanya itu, jasa Kapten Kasihin juga diabadikan melalui monumen yang ada di wilayah Nganjuk. Nilai kedisiplinan dan rasa bela negara yang tinggi terus diturunkan dari keluarga Kapten Kasihin. “Yang masih melekat di keluarga hingga sekarang itu, ya nilai kedisiplinan yang tinggi,” tutupnya. (*/c1/din)