Vivi menuturkan, punya beberapa pengalaman menarik selama melatih atlet panahan Kota Blitar. Salah satunya adalah soal karakteristik para atlet itu sendiri. Dia menyebut jika tidak semua atlet di wilayah Blitar berasal dari keluarga berkecukupan. Berbeda dengan atlet di Surabaya yang notabene memang sebagian besar berasal dari keluarga yang terbilang mampu. Namun, dia menilai jika atlet Blitar punya daya juang yang luar biasa. Sebab, mereka punya semangat bertanding yang sama kendati berangkat dari sejumlah keterbatasan.
Perlu diketahui, olahraga panahan memang bukan cabor yang “murah”. Dibutuhkan biaya tinggi agar seorang atlet punya satu set kelengkapan panahan. Baik itu busur, anak panah, hingga peralatan lain. “Untuk peralatan standar bow setidaknya butuh Rp 8 juta. Sedangkan, untuk peralatan di divisi compound dan recurve itu butuh sekitar Rp 40 juta per atlet. Olahraga ini memang terbilang mahal ya. Untuk itu, saya selalu berkomunikasi dengan para orang tua atlet,” ujarnya.
Bukan cuma itu. Perbedaan sumber daya manusia (SDM) antara atlet Blitar dan atlet kota besar lain cukup kentara. Dirinya harus bisa memastikan apa yang disampaikan kepada para atlet dapat diserap sempurna. Tapi, dia justru menganggap hal ini sebagai tantangan.
“Saya anggap itu sebagai tantangan sebagai seorang atlet. Jadi, saya harus pandai-pandai berkomunikasi dengan anak-anak,” tegasnya. Apapun itu, Vivi masih punya banyak impian untuk diraih sebagai seorang pelatih panahan. Salah satunya tentu membawa pulang medali emas dalam ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) ke-VII Jawa Timur (Jatim) tahun ini. (dit/ady/dfs)