Radar Tulungagung- Proses perekrutan badan ad hoc panitia pemungutan suara (PPS) menuai polemik. Temuan lima nama peserta yang diloloskan tanpa mengikuti tes tulis pada 9 Januari lalu menjadi penyebabnya. Bawaslu sedang melakukan kajian pengawasan atas temuan tersebut. Temuan permasalahan dalam rekrutmen PPS ini diawali dengan sebuah pengumuman hasil seleksi yang muncul melalui web resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tulungagung. Setelah dipantau Bawaslu Tulungagung, ternyata terdapat lima calon PPS diloloskan tanpa hadir dalam tes tulis yang dilakukan sebelumnya. Mereka berasal dari tiga wilayah yakni Kecamatan Tanggunggunung, Kalidawir, dan Rejotangan.
“Pada pengumuman pertama, beberapa nama itu muncul, tapi pada pengumuman yang kedua (yang sudah diperbaiki, Red) sudah dihapus,” terang Ketua Bawaslu Tulungagung, Fayakun.
Atas temuan dari hasil pengawasan tersebut, Bawaslu langsung melakukan pendalaman didukung dengan laporan Form A yang dilayangkan oleh panitia pengawas pemilihan kecamatan (panwascam) di tiga wilayah tersebut. Pada Senin (16/1) malam sempat dilaksanakan sebuah rapat untuk menentukan apakah hal tersebut masuk dalam ranah pelanggaran atau bukan. Pendalaman temuan merupakan sebuah langkah yang diambil oleh Bawaslu dan timnya. “Bila perlu, kita akan panggil pihak KPU Tulungagung untuk memverifikasi laporan dari panwascam di tiga wilayah kecamatan itu,” terang Fayakun. Menurut pengamatannya, pengumuman hasil seleksi PPS pertama dan kedua (perubahan, Red) yang di-publish KPU Tulungagung berjarak hitungan menit. Data dalam dua pengumuman tersebut juga berbeda setelah pihaknya mengecek lebih lanjut. Itulah yang menjadi bukti secara tertulis untuk melakukan cross check terhadap bukti-bukti yang lainnya.
“Contohnya, apakah nanti kita perlu untuk melakukan klarifikasi terhadap nama-nama yang dicatut tersebut. Yang semula lolos terus dianggap tidak lolos, kemudian sebelumnya lolos menjadi tidak lolos,” jelasnya.
Tidak mau gegabah. Permasalahan ini akan terlebih dahulu dilakukan sebuah kajian pengawasan. Dari situ akan terungkap dan ditentukan apakah pada form A yang dilayangkan panwascam tersebut ada unsur formil dan materiil yang terpenuhi, bahwa permasalahan yang terjadi adalah sebuah pelanggaran atau bukan. Kalau unsur pelanggaran tidak terpenuhi, maka permasalahan akan dihentikan. Namun sebaliknya, kalau terdapat unsur pelanggaran baik kode etik, administrasi, ataupun tindak pidana pemilu tentu akan diproses sesuai aturan yang ada pada Perbawasu (Peraturan Bawaslu).“Sesuai dengan aturannya, kajian pengawasan tidak dibatasi oleh waktu. Tapi kalau sudah dinyatakan dugaan pelanggaran, berarti kita butuh waktu 7 hari, sedangkan perpanjangannya adalah 7 hari juga. Jadi, total selama 14 hari barulah dilakukan mekanisme,” katanya. Dia menjelaskan, kalau permasalahan ini berakhir menjadi sebuah pelanggaran administrasi ataupun kode etik, tentu ada sebuah rekomendasi yang dikeluarkan. Putusan dari Bawaslu bisa dikeluarkan cukup banyak. Mulai dari teguran tertulis, peringatan, melanggar kecermatan, atau ketidakprofesionalan dari penyelenggara.
Di sisi lain, KPU Tulungagung dihadapkan dengan tahapan Pemilu 2024 yang beririsan dan jadwal saling berkejaran. Kondisi yang ada membuat tenaga dan pikiran tim personal lembaga penyelenggara pemilu tersebut sudah sangat Lelah. Karena itu, human error alias kesalahan manusia wajar terjadi. “Temuan tersebut murni karena human error saja. Kalau bisa dibilang, ada salah entri data,” kata Ketua KPU Tulungagung, Susanah.
Dia melanjutkan, kendati demikian, ketika hasil seleksi sudah diumumkan dan ada tanggapan dari masyarakat maka akan langsung diperbaiki dan diteliti lagi. Karena yang digunakan dalam perekrutan badan ad hoc adalah sebuah sistem. Yakni, Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Ad Hoc (SIAKBA) yang sumber datanya terintegrasi dengan pemerintah pusat. “Terpenting, kita selalu berkoordinasi dengan pihak Bawaslu untuk mencari langkah terbaik. Hari ini pun dipastikan ketua Bawaslu bahwa kejadian semacam ini tidak akan terulang kembali,” tutupnya. (nul/c1/din)