KABUPATEN BLITAR – Belum usai pandemi Covid-19, kini muncul penyakit hepatitis akut misterius. Ini diketahui baru ditemukan oleh World Health Organization (WHO) sekitar dua bulan lalu. Meski dikabarkan sudah merambah di Jawa Timur, namun belum ada laporan kasus hepatitis akut di Bumi Penataran.
Hal itu disampaikan Kepala Dinkes Kabupaten Blitar, dr Christine Indrawati. Mengacu data laporan harian yang dia terima, hingga kemarin (16/5), tak ada penemuan kasus terinfeksi penyakit hepatitis anyar tersebut. Sejumlah rumah sakit masih berjibaku dengan pasien hepatitis varian lama.
“Sejauh ini kami belum menerima adanya laporan pengidap hepatitis baru. Sebelumnya, rumah sakit sempat merawat tujuh kasus hepatitis dan bukan varian baru,” kata Christine.
Hasil koordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kemunculan penyakit akut yang menyerang organ hati itu masih misterius. Sebab, urung diketahui secara pasti pemicu terjadinya infeksi hati tersebut sehingga Kemenkes masih menganalisis asal-usul serta pencegahan hepatitis akut tersebut yang belakangan ini marak menyerang anak-anak.
Untuk diketahui, gejala hepatitis akut sebenarnya nyaris serupa dengan hepatitis varian sebelumnya. Indikasinya, penderita mengalami mual, muntah, diare, serta kuning pada kulit, dan bagian putih mata (sklera). Tidak hanya itu, hepatitis juga ditandai dengan warna urine yang cenderung cokelat gelap.
“Kalau hepatitis akut juga disertai demam. Bukan demam tinggi, hanya merasa meriang. Itu yang dikabarkan oleh WHO termasuk di Indonesia,” ujarnya.
Terkait proses penularan, Christine menyebut hepatitis akut misterius diduga menyebar melalui fekal oral atau mulut. Karena itu, dia meminta masyarakat getol menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Upaya itu untuk membendung potensi terjangkit hepatitis akut.
Bukan hanya masyarakat, perempuan ramah itu kini tengah berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan (faskes) dan rumah sakit untuk upaya antisipasi merebaknya penyakit misterius itu. Dia berpesan kepada faskes, puskesmas, klinik, dan dokter praktik mandiri untuk lebih tanggap menangani pasien dengan gejala mengidap hepatitis. Sebab, akan lebih baik jika penanganan dilakukan secara dini.
“Kalau hepatitis, sementara ini tidak dipisahkan seperti (pasien) Covid-19 karena kan isolasi. Tetap disiapkan ICU jika kondisi pasien menurun,” lanjut wanita ramah itu.
Sebagai catatan, hingga kini obat untuk membunuh virus hepatitis belum ditemukan. Meski cukup banyak obat-obatan yang diklaim mampu mematikan virus, namun belum ada bukti secara klinis. Menurut Christine, jenis obat tertentu hanya bisa memperbaiki kondisi hati yang sempat rusak.
“Nah, kalau hepatitis akut, mungkin terapinya apabila liver sempat drop, maka akan dilakukan upaya memperbaiki kondisi sehingga fungsinya kembali baik,” tandasnya. (mg2/c1/wen)