SUMBER: DPMD KABUPATEN BLITAR
KOTA BLITAR – Kepala Desa (Kades) Ngadri, Miftahul Munif (MM), terdakwa dugaan kasus dugaan penyalahgunaan bantuan sosial (BST) Desa Ngadri, Kecamatan Binangun, masih bisa tersenyum. Meski dibui, dia tetap menerima gaji sebagai kades. Sebab, yang bersangkutan tidak didakwa dengan pasal tindak pidana korupsi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Rully Wahyu Prasetyowanto menyatakan sudah berkoordinasi dengan tim terkait kasus hukum yang membelit Kades Ngadri. Dalam proses tersebut, tim butuh kepastian status dari Pengadilan Negeri (PN) Blitar untuk menentukan langkah terkait kades yang sementara tidak bisa melaksanakan tugas itu.
“Ya, tim sudah dapat balasan surat dari pengadilan, MM memang sudah berstatus sebagai terdakwa, tetapi jika dilihat dari regulasi yang ada, tidak ada pemberhentian sementara kepala desa,” ujarnya.
Menurut dia, MM bakal dinonaktifkan jika pasal yang dikenakan dalam kasus hukum ini memiliki ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara. Sebaliknya, dalam kasus ini MM dijerat dengan UU penanganan fakir miskin. Dalam regulasi tersebut, sanksi yang diterapkan adalah ancaman maksimal 5 tahun sementara.
Kendati begitu, Rully mengaku bahwa tim mengusulkan adanya tim khusus investigasi ke Desa Ngadri. Menurut dia, hal ini penting sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan perlakuan pada kades yang tersandung masalah hukum tersebut. “Jika nanti sudah ada putusan pastinya kan harus ada yang mengisi posisi kades ini,” katanya.
“Kami juga belum bisa sampaikan bagaimana langkah berikutnya, karena kami juga belum tahu bagaimana putusannya, berapa masa hukumannya,” imbuhnya.
Ditanya soal penyelenggaraan pemerintahan di Desa Ngadri, Rully mengatakan hingga kini sekretaris desa (sekdes) bertindak atas nama Kepala Desa Ngadri. Yang bersangkutan mengisi sementara kekosongan kursi kepala desa tersebut. “Dalam peraturan daerah kita mengamanatkan demikian. Ketika kepala desa berhalangan, sekdes menjadi pelaksana tugas,” jelasnya.
Rully mengakui, kewenangan pelaksana tugas jauh berbeda dengan pejabat definitif, begitu juga posisi kepala desa. Ada beberapa hal yang tidak bisa di-handle. Misalnya untuk beberapa urusan kependudukan dan persoalan waris. Terkait hal itu, pihaknya berharap pelaksana tugas kepala desa berkoordinasi dengan jajaran di atasnya, misalnya kecamatan. Dengan begitu, pelaksanaan pelayanan di desa bisa berjalan lancar. “Intinya jangan sampai pelayanan kepada masyarakat di desa ini terganggu karena masalah hukum yang membelit kades saat ini,” terangnya.
Inspektur Kabupaten Blitar Agus Cunanto mengaku juga mendengar terkait kasus yang menyelimuti Desa Ngadri. Pihaknya juga sudah menginstruksikan kepada jajarannya untuk aktif memantau perkembangan kasus tersebut. “Pada prinsipnya, tidak boleh ada kekosongan pucuk pimpinan sehingga pelayanan bisa terus dilakukan,” tegasnya.
Disinggung terkait langkah yang dilakukan inspektorat terkait kasus di Desa Ngadri ini, pihaknya mengaku bakal menghormati proses hukum yang sedang berjalan. (hai/c1/wen)