KABUPATEN BLITAR – Peran panitia penyelenggara (panpel) dalam suatu venue pertandingan sepak bola tidak bisa dipandang sebelah mata. Salah satunya Prianto Akbar. Dia didapuk menjadi ketua panpel venue Stadion Gelora Panataran. Banyak hal yang dialami. Utamanya bagaimana dia dan kolega berjibaku menangangi agenda kompetisi junior skala nasional, Piala Soeratin.
Peluit tanda digelarnya pertandingan Piala Soerati U-15 Jatim terdengar di Stadion Gelora Panataran sore kemarin (9/3). Prianto duduk di bagian dalam stadion sambil menghela nafas. Lega. Barangkali itu yang dia rasakan usai mengurus empat laga di fasilitas olahraga milik Pemkab Blitar itu. Tak lama, Prianto kembali menghampiri perangkat pertandingan untuk meminta data laga sebelumnya.
Prianto adalah ketua panpel venue Stadion Gelora Panataran. Meski sibuk, dia menyempatkan diri untuk berbincang dengan Jawa Pos Radar Blitar. Suaranya masih terdengar jelas walau bercampur dengan teriakan para pemain yang sedang berlaga di lapangan. “Alhamdulillah tetap bisa digelar, walaupun kemarin perizinan baru turun pada H-1 kompetisi,” akunya.
Pria kelahiran 10 April 1974 itu menceritakan, kompetisi ini masih akan berlangsung hingga 17 Maret mendatang. Laga tetap digelar setiap hari, sejak Senin (7/3) lalu. “Digelar selama 10 hari. Jadi, setiap hari kami harus di sini (stadion, Red),” jelasnya.
Harus diakui, para anggota panpel bekerja layaknya mesin. Betapa tidak, ada empat pertandingan yang digelar di Stadion Gelora Panataran dalam satu hari. Pagi-pagi sekali Prianto dan anggota panpel harus mempersiapkan pertandingan. Kegiatan itu terus berlanjut sampai pukul 17.00 atau sampai berakhirnya laga keempat dalam satu match day.
“Pertandingan U-13 pertama digelar pukul 08.00. Jadi, pukul 06.30 kami harus sudah persiapan. Lalu, kami harus terus memastikan semua siap hingga pertandingan terakhir di kelompok U-15. Yakni pukul 17.00,” bebernya.
Itu berarti, panpel harus stand by di stadion selama 10 jam setiap harinya. Terhitung mulai pukul 07.00-17.00. Pria yang tinggal di Jalan Makmur, Kelurahan/Kecamatan Nglegok, itu mengaku bekerja sama dengan banyak pihak. “Karena kami kan sering jadi tuan rumah kompetisi. Jadi, alhamdulillah kami tidak kesulitan berkoordinasi dengan banyak pihak karena sering berkomunikasi,” ungkapnya.
Namun, dia tak menampik tetap menemui kendala dalam bertugas sebagai panpel. Salah satunya karena minim anggota yang tergabung dalam tim panpel venue Stadion Gelora Panataran. “Harus diakui jika anggota kami sedikit dan sebenarnya kami cukup kesulitan meng-cover empat pertandingan dalam sehari,” katanya.
Jumlah itu memang terbilang tidak ideal bagi suatu tim yang ditugaskan sebagai pelaksana teknis suatu kompetisi tingkat nasional. Sebab, jumlah ideal panpel dalam satu venue biasanya mencapai 15-20 orang. “Bayangkan, kalau di tempat lain panpel bisa 15-20 orang. Kalau kami hanya empat orang,” ujar bapak satu anak itu.
Itu membuat para anggota harus cerdik dalam menyiasati keterbatasan yang ada. Salah satunya dengan menerapkan sistem kerja rangkap jabatan. Sebagai gambaran, Prianto yang didapuk sebagai ketua panpel juga harus bisa meng-cover pekerjaan lain. Misalnya, menjadi pembawa acara pertandingan. “Ya kami rangkap-rangkap saja. Bahkan, salah satu nggota merangkap sebagai GM dan sopir bagi perangkat pertandingan. Tapi, kami enjoy,” kata pria yang juga menjabat sebagi ketua Asosiasi Sekolah Sepak Bola Kabupaten (Assekab) Blitar ini.
Disinggung soal alasan kenapa dia dan anggota panpel mau “banting tulang” dalam agenda ini, Prianto mengaku jika kecintaan pada sepak bola yang membuatnya tak berkeberatan untuk menjalankan tugas sebagi panpel. Itu juga menjadi motivasi bagi dirinya sebagi salah satu upaya untuk memajukan sepak bola di Bumi Penataran.
“Saya memang tidak punya background sebagai pemain bola profesional. Tapi, sejak dulu saya suka sepak bola. Karena itu saya ingin agar sepak bola di Kabupaten Blitar bisa maju. Apalagi, bagi saya, sepak bola itu seksi. Karena itu saya suka,” ucapnya lantas tertawa. (*/c1/wen)