KOTA BLITAR – Permintaan dispensasi pernikahan di bawah umur nyatanya menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Pasalnya, data pengajuan dispensasi pernikahan paling banyak adalah karena pernikahan di usia terlalu muda. Padahal, usia belum matang kerap memicu persoalan yang berujung pada berakhirnya rumah tangga.
Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Blitar Ana Lyes Setyaningrum mengatakan, selama periode Januari hingga Juni, ada sebanyak 24 pasangan yang memohon surat rekomendasi dispensasi nikah. Bahkan, ada yang masih berusia 13 tahun. Hal ini tentu saja membuat miris. Sebab, pada usia tersebut seharusnya masih fokus di bangku pendidikan.
“Ada yang minta dispensasi nikah untuk usia 13 tahun. Itu masih belum matang. Kalau menikah, rumah tangga mau bagaimana?” ujarnya kepada Koran ini beberapa waktu lalu.
Akhirnya, pihak kantor urusan agama (KUA) enggan menikahkan anak di bawah usia 19 tahun, karena tidak sesuai regulasi. Mereka (pihak pengusul, Red) lalu mengajukan permohonan nikah ke pengadilan agama (PA). Namun, harus mengantongi surat rekomendasi dispensasi nikah dari lembaga yang berwenang, yakni P2TP2A.
Setelah tiba di meja kami (P2TP2A), kata Lyes, tidak bisa langsung memberikan persetujuan. Pihaknya masih akan melakukan mediasi terhadap dua pasangan beserta kedua orang tuanya. Biasanya, mediasi itu mengulas soal alasan meminta menikah, status keluarga kedua calon pasangan, hingga kemungkinan jangka panjang. Jika melalui pernikahan akan membawa kebaikan, maka bukan tidak mungkin pihaknya bakal memberi rekomendasi.
“Kami akan gali dulu. Kalau yang laki-laki masih anak kecil belum bekerja dan cewek belum dewasa untuk jadi ibu, maka tidak semua kami loloskan, banyak yang kami tolak,” tegasnya.
Dia mengaku, ada pertimbangan ketika memberikan persetujuan dispensasi nikah. Saat ini, dia mengantisipasi adanya penelantaran istri dan anak. Biasanya, fenomena ini terjadi lantaran faktor ekonomi dan kedewasaan suami. Pun dengan keadaan ekonomi orang tua pasangan memberikan pengaruh besar terhadap hubungan rumah tangga anak.
Ada sejumlah penyebab mengapa pengajuan meminta dispensasi nikah diterima dan ditolak. Di antaranya, menyangkut usia, tingkat kedewasaan, faktor ekonomi, hingga latar belakang keluarga. Usia anak yang masih dini namun memiliki pemikiran dewasa, bisa menjadi pertimbangan tersendiri. “Kalaupun kami tolak, masih akan kami beri solusi dan pendampingan. Artinya, pernikahan bukan solusi terbaik,” ujarnya.
Humas Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Blitar, Edi Marsis mengatakan, pihaknya mengabulkan pernikahan anak dibawah umur lantaran kondisi pasangan yang mendesak. Misalnya, hamil sebelum menikah, bahkan menjalin hubungan melebihi suami-istri. Dispensasi nikah membuat pemohon menjadi lebih terlindungi. Artinya, sudah mendapat rekomendasi untuk melangsungkan pernikahan. Dari sisi PA, rekomendasi dari dinas yang membidangi bukan menjadi penghalang keputusan hakim.
“Misal rekomendasi tidak dibolehkan nikah tapi anak sudah hamil, tetap kami kabulkan. Karena sudah hamil. Yang utama, perlindungan hukum terhadap anak di dalam kandungan dan anak yang meminta nikah,” ungkapnya.
Data dari PA, pada periode Januari hingga Mei lalu, ada 210 perkara dispensasi nikah di Blitar raya. Rinciannya, 5 perkara dicabut, 188 perkara dikabulkan, 3 tidak diterima, dan ada 3 perkara yang digugurkan. Sementara di Bumi Penataran ada tiga daerah yang mendominasi pernikahan anak di bawah umur. Yakni Kecamatan Ponggok, Panggungrejo, dan Nglegok. (mg2/ady)