TRENGGALEK – Suasana siang hari kemarin (13/11) masih terbalut dengan dingin hujan yang mengguyur di Kota Keripik Tempe. Itu terlihat dari langit yang masih diselimuti awan kelabu. Namun, hal tersebut tidak membuat Muchozin untuk berhenti menjajakan kue rangin buatannya. Terlihat ketika Jawa Pos Radar Trenggalek melintasi rumahnya yang berada di Desa Ngetal, Kecamatan Pogalan.
Saat itu, dia terlihat sedang menyiapkan gerobak yang dibonceng di sepeda motornya untuk berjualan. Tidak lupa, sebelumnya dia juga telah menyiapkan adonan kue rangin untuk dibawa. Sembari menunggu hujan sedikit reda, dia memeriksa berbagai keperluan yang biasa dibawa ketika hujan, seperti payung. “Mau pesan berapa porsi, satu porsi dengan dua bungkus harganya Rp 10 ribu,” ungkap Muchozin kepada koran ini.
Setelah itu, pria yang dikenal dengan Chozin ini langsung membuat pesanan koran ini. Barulah sekitar delapan menit, kue dengan dominan rasa gurih dari kelapa pilihan, diimbangi dengan rasa manis dari gula yang ditaburkan tipis di atas adonan saat dibakar, sudah siap disantap. Apalagi, kue tersebut terbilang kudapan yang cocok disantap sambil menunggu hujan reda. “Kue ini lebih nikmat jika di makan masih hangat, makanya saya selalu membuat jika ada pemesan. Jika ada lebih dari satu orang, pastinya selalu terjadi antrean,” katanya.
Chozin mengakui bahwa sebelumnya sang istri, Qoyyimah, yang menjajakan kue rangin tersebut. Itu karena beberapa kerabatnya yang asli Pasuruan ada yang sebagai perajin kue rangin. Karena itu, setelah menikah dan sebelum pindah ke Trenggalek, dia diajari saudaranya tersebut tentang cara membuat kue rangin. Namun siapa sangka, ketika dijajakan di sekitar rumahnya hanya laku beberapa hari, karena konsumen hanya membeli karena penasaran tentang apa itu kue rangin. Akibat hal tersebut, dia mencoba mengubah komposisi adonan yang diajarkan saudara sang istri tersebut. Itu dilakukan agar adonan yang dibuat cocok dengan lidah masyarakat Trenggalek pada umumnya.
Dari situ, hampir sekitar tiga minggu dia tidak berjualan, melainkan fokus mencari racikan adonan yang tepat.
Dalam proses tersebut, dia mengaku lebih banyak menggunakan perasaan untuk menakar campuran kuenya dibandingkan dengan menggunakan timbangan kue. Menurutnya, campuran yang menggunakan perasaan justru bisa menjaga rasa dari kue rangin buatannya. Hal tersebut berbuah hasil setelah adonan yang dibuat dirasa pas. Kombinasi bahan untuk membuat adonan tersebut pun dipertahankan hingga saat itu. “Pada proses pembuatan adonan, semua dari bahan alami. Sebab, saya hanya mencampurinya dengan garam dapur untuk menambahkan rasa gurihnya. Dan ketika dipanggang baru diberi tambahan serbuk gula di atasnya,” ujar bapak tiga anak ini.
Untuk tahap awal, dia mencoba menjajakannya di area sekitar rumah. Setelah cocok dan pembeli terus berdatangan, Chozin memberanikan diri untuk membuat gerobak guna menjajakannya secara keliling. Tahap awal yang menjadi sasaran adalah di tepi Jalan Raya Trenggalek-Tulungagung di wilayah Desa Bendorejo, Kecamatan Pogalan, yang banyak anak sekolah berkumpul setelah pulang.
Tidak disangka, saat itu banyak anak-anak yang penasaran dan membelinya hingga ketagihan untuk membeli lagi. Hal tersebut terus berlanjut hingga beberapa hari berselang ada konsumen lain yang mencoba mampir membelinya, lagi-lagi karena penasaran. Alhasil, karena suka, dia diminta untuk berjualan di rumah atau tempat kerja pelanggannya tersebut. Karena saking banyaknya, saat ini Chozin telah memiliki jadwal setiap hari untuk menjajakannya kue rangin buatannya. “Karena itu, selain Minggu, saya selalu berangkat berjualan pada siang hari ketika istirahat jam kerja atau pada waktu anak sekolah pulang sampai sore hari,” jelasnya.(*/c1/rka)