TULUNGAGUNG-Tak dapat dipungkiri kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) berdampak besar bagi masyarakat. Daya beli masyarakat menurun dan angka inflasi akan naik. Apalagi, kondisi perekonomian belum pulih akibat pandemi Covid-19 dua tahun terakhir.
Pengamat Ekonomi Tulungagung, Deny Yudiantoro mengatakan, kenaikan harga BBM pasti akan memicu kenaikan harga di berbagai sektor. Secara langsung biaya transportasi dan logistik akan meningkat. Selain itu akan mendorong kenaikan biaya produksi yang berimbas pada kenaikan harga berbagai komoditas. “Kenaikan BBM ini pasti memicu terkereknya angka inflasi secara nasional maupun di daerah,” jelasnya.
Lanjut dia, inflasi tersebut bisa saja terjadi lantaran penggunaan BBM jenis pertalite dan solar yang kini mencapai lebih dari 70 persen pengguna di masyarakat. Maka diperkirakan kenaikan angka inflasi juga akan signifikan pada September ini. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, secara nasional, inflasi hingga akhir Agustus berada di angka 4.69 persen. “Dengan kenaikan pertalite menjadi Rp 10.000, solar Rp 6.800, dan pertamax Rp. 14.500, maka diprediksi inflasi di akhir September 2022 bisa naik lebih dari 5 persen,” paparnya.
Dia menambahkan, fenomena nasional tersebut tidak akan jauh berbeda dengan fenomena yang ada di Tulungagung. Pasalnya, banyak sektor industri di Kota Marmer menggunakan BBM sebagai salah satu komponen dalam produksinya. “Maka akan dipastikan terdapat penurunan profit dari pengusaha yang menjalankan usahanya. Itu mengingat beberapa pengusaha masih terikat kontrak dengan pembeli menggunakan harga lama sebelum terjadi kenaikan harga BBM,” ucapnya.
Dia mengaku, kebijakan dalam menaikan harga BBM tentunya akan memberikan dampak terhambatnya perekonomian masyarakat pada masa pemulihan pandemi Covid-19. Selain terjadi inflasi, kenaikan harga BBM subsidi juga dinilai akan menurunkan daya beli masyarakat yang saat ini belum seluruhnya pulih akibat pandemi. “Apabila daya beli masyarakat mengalami penurunan, maka pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen pada kuartal II-2022 akan turun. Hal ini karena konsumsi masyarakat adalah komponen terbesar dalam pertumbuhan perekonomi Indonesia,” ungkapnya.
Lanjut dia, kenaikan harga BBM subsidi tersebut tidak akan serta-merta membuat gaji masyarakat di wilayah Tulungagung juga mengalami kenaikan. Para pengusaha yang ada di Kota Marmer pastinya juga memperhitungkan kenaikan harga BBM terhadap komponen produksi dari usaha masing-masing. “Sehingga kenaikan upah pekerja masih belum menjadi prioritas utama dalam waktu dekat ini,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Tulungagung Tri Hariadi, melalui Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Lipur Sari mengatakan akan memantau harga bahan pokok (bapok) dan bahan penting lainnya di pasaran. Itu agar tidak terdapat permainan harga, kecurangan harga, ataupun oknum tengkulak yang memanfaatkan momentum kenaikan harga BBM. “Karena kalau ada isu BBM mau naik, bagi orang yang banyak uang bisa saja menimbun dan nanti dijual waktu BBM naik. Jadi, masyarakat tetap bisa makan dan harga tidak bergejolak. Sekarang harga sudah mulai stabil,” pungkasnya.
Diketahui, per hari Minggu (4/9) harga bahan pokok dan bahan penting di Pasar Ngemplak Tulungagung masih cenderung stabil. Kini harga daging ayam berkisar Rp 30 ribu per kilogram (kg), cabai Rp 50 ribu per kg, telur Rp 29 ribu hingga Rp 30 ribu per kg, minyak goreng curah Rp 14 ribu hingga Rp 15 ribu per liter, dan beras Rp 8 ribu hingga Rp 12 ribu per kg.
Sementara itu, puluhan kendaraan masih terlihat mengantre di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Tulungagung. Imbas kenaikan BBM beberapa hari terakhir ini.
Berdasarkan pantauan di lapangan, ada salah satu SPBU dengan BBM jenis pertalite sudah habis, kemarin (9/4). Itu terjadi di Desa Mojosari, Kecamatan Kauman. Sejak pukul 16.00 WIB, petugas telah memasang tanda jika BBM pertalite telah habis. Beruntung, ketika dipasang tanda itu tidak terjadi antrean. Hanya tersisa tiga kendaraan yang cukup untuk detik-detik habisnya jenis bahan bakar tersebut.
Sementara itu, antrean BBM terjadi di SPBU Desa Campurdarat, Desa Tanggung, Kecamatan Campurdarat, serta Desa Beji, Kecamatan Boyolangu. Antrean terjadi hingga pintu keluar SPBU. Terlihat kendaraan motor dan mobil mengular.
Itu seperti dirasakan Mochamad Sholeh Sirri yang mengantre di SPBU Desa Beji. Dia baru bisa mengisi BBM pertalite setelah 10 menit mengantre. “Mungkin imbas BBM pertalite yang harganya naik menjadi Rp 10 ribu. Selain itu, mobilitas masyarakat tinggi, tapi stok BBM di SPBU kadang telat,” keluhnya.
Sebelumnya diketahui, Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM mulai dari pertalite, solar, dan pertamax. Harga terbaru BBM bersubsidi dan nonsubsidi itu mulai berlaku pada Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB. Kenaikan harga tersebut terdiri dari harga pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan harga pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter. (jar/mg2/c1/din)