Tanaman talas selama ini dianggap menjadi hama karena tumbuh liar di sejumlah tempat. Namun di tangan M. Nursalim, tanaman talas menjadi barang bernilai tinggi. Ternyata daunnya bisa dimanfaatkan bahan baku rokok pengganti tembakau.
Tanaman talas sudah jamak ditemui di berbagai tempat. Mulai sawah, pekarangan, hingga hutan. Ada berbagai jenis yang tumbuh.
Tanaman talas tergolong tanaman umbi-umbian yang tumbuh liar dimanapun. Sehingga, tak jarang sebagian orang menganggapnya sebagai hama. Karena disebut hama tentu mengganggu.
Namun, ada jenis tertentu yang sengaja dibudidayakan lantaran dinilai memiliki nilai ekonomis. Salah satunya adalah talas bening atau beneng. Tanaman talas jenis ini memiliki ciri daun yang sempit pada bagian ketiak.
Hal ini yang membuat M. Nursalim, warga asal Desa Sumbeurip, Kecamatan Doko, ini memanfaatkan daun talas menjadi barang bernilai cukup tinggi. Pria 37 tahun itu mengolah daun talas menjadi bahan baku rokok pengganti tembakau.
Proses pengolahannya hampir mirip dengan daun tembakau untuk bahan baku rokok. Yaitu mulai pengeraman hingga penjemuran. Dia menggeluti usaha tersebut sejak setahun terakhir. “Mulai aktif produksi sejak setahun terakhir,” jelas Salim kepada koran ini, kemarin (17/4).
Dia memulai usaha itu setelah mendengar informasi mengenai manfaat daun talas dari salah satu temannya. Manfaatnya sangat bernilai ekonomis, yakni untuk bahan baku rokok. “Bahkan sudah sampai diekspor ke luar negeri. Dari situ, saya mulai mencari informasi tambahan di internet dan lain-lain,” jelas mantan karyawan salah satu bank swasta ini.
Setelah mengetahui kegunaan daun talas ini, Salim kemudian mencari tahu bagaimana proses pengolahannya, hingga menjadi bahan baku rokok dari berbagai referensi. “Cara pengolahannya tidak jauh berbeda dengan tembakau,” tuturnya.
Untuk mendapat daun talas, Salim tidak kesulitan. Sebab, di daerah tempat tinggalnya, tanaman talas tumbuh liar di berbagai tempat. Dia cukup berburu di sekitar rumah tempat tinggalnya.
Karena itulah, Salim tidak ingin tanaman talas di sekitarnya itu tak termanfaatkan. Dia pun berupaya mengolahnya menjadi bahan bernilai ekonomis tinggi. Melihat prospek olahan daun talas yang lumayan menggiurkan, dia berupaya membudidayakan tanaman talas jenis beneng. Jenis itu dipilih karena produktifitasnya yang cukup cepat. “Dari masa tanam, hanya 3-4 bulan sudah bisa dipanen,” terangnya.
Daun yang akan diolah menjadi bahan baku rokok adalah daun tua. Biasanya, satu pohon talas siap panen diambil tiga daun yang sudah tua. “Setelah daun diambil, proses berikutnya pengeraman,” ujar bapak dua anak ini.
Pengeraman dilakukan di tempat tertutup selama tiga hingga empat hari. Setelah daun menguning hampir 70 persen, tahapan selanjutnya menghilangkan tulang daun. Kemudian daun digulung sebanyak 10 lembar.
Tahap berikutnya adalah perajangan. Salim menggunakan mesin khusus untuk merajang. Daun yang telah dirajang kemudian dijemur di bawah terik matahari selama empat jam. “Tergantung cuaca juga. Jika agak mendung, bisa lima hingga enam jam,” katanya.
Nah untuk aroma, daun talas cenderung tidak begitu kuat. Beda dengan tembakau yang memiliki aroma kuat. Setelah daun talas rajangan kering, lanjut dikemas untuk dijual. Penjualan talas rajang itu kini sudah tembus mancanegara. Salim menjadi salah satu suplyer untuk eksportir dari Banyuwangi. “Diekspor ke Australia untuk bahan baku rokok,” ungkapnya.
Soal kandungan yang ada di daun talas, menurut Salim, hampir tidak ada nikotin. Salim sudah membawanya ke laboratorium pertanian untuk diuji. Karena itu, rokok daun talas bisa menjadi alternatif bagi perokok.
Tidak sedikit orang yang menganggap rokok daun talas sebagai rokok herbal. Sebab, tanpa mengandung senyawa kimia seperti nikotin dan lainnya. “Kalau bisa dibilang sebagai alternatif. Saat ini juga sudah banyak pabrik rokok lokal yang memproduksi rokok berbahan daun talas,” tuturnya.
Dalam sebulan, Salim bisa memproduksi daun talas kering sebanyak 4 hingga 5 kuintal. Dia sudah memiliki sedikitnya delapan karyawan yang mayoritas tetangganya sendiri. “Saya berdayakan, hitung-hitung membantu menambah penghasilan mereka,” kata pria ramah ini.
Berbicara soal harga, daunt alas kering cukup bervariasi. Tergantung dari tingkat kualitas olahan daun talas. Untuk harga berkisar Rp 14-17 ribu per kilogram (kg). Harga tersebut untuk saat ini tergolong stabil.
Jauh ketika awal berusaha, harganya sempat mencapai Rp 12 ribu per kg. Karena prospek daun talas yang kian mencerahkan, harganya merangkak naik. Apalagi sudah masuk pasar ekspor.
Salim mengaku, dalam sekali ekspor daun talas kering bisa mencapai 1-2 ton. Hampir setiap bulan dia rutin ekspor. “Biasanya saya bersama teman komunitas untuk ekspor. Jika dikumpulkan sekali kirim bisa 1-2 ton,” katanya.
Bukan hanya daun talas yang bermanfaat, batang hingga umbinya juga bernilai ekonomis. Untuk batang biasa digunakan untuk olahan makanan. Pun dengan umbinya biasa diolah menjadi keripik. Umbinya yang berwarna kuning itu juga diekspor untuk olahan tepung basah.
Di samping menyuplai untuk kebutuhan ekspor, Salim juga menyuplai untuk pabrik lokal. Saat ini, dia juga sedang berupaya mengolah sendiri menjadi produk rokok. “Untuk rokok daun talas, saya campur dengan cengkeh. Hanya itu,” ungkapnya. (*/ady)