BLITAR, Radar Blitar – Jauh dari kesejahteraan masih menyelimuti nasib mayoritas pentani tanah air. Padahal, sudah sewajarnya sektor pertanian membawa kemakmuran. Konsep Integrated Farming dengan menerapkan One Zona Ten Products diyakni mampu menjadi jawaban atas seabrek permasalahan petani. Mulai dari keterbatasan lahan, modal, sumberdaya manusia hingga jangkauan pasar. Hal ini diungkapkan Presiden Republik Durian indonesia, Anna Luthfie.
Menurutnya, Indonesia menguasai katulistiwa yang terkenal dengan kesuburan tanahnya. Untuk itu, sangat ironis jika bangsa yang mengolah tanah gembur tersebut jauh dari sejahtera. “ Kita ini tinggal di negara agraris. Tanah kita subur. Tapi kenapa petani kita tidak sejahtera?,” keluhnya.
Pria yang juga Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim ini mengatakan, selama ini sektor perpetanian cenderung difokuskan pada tanaman pangan, seperti padi jagung dan kedelai. Padahal, tanaman hortikultura juga memiliki potensi ekonomi yang tidak kalah besar.
Dalam konsep Integrated Farming, kata Luthfie, tanaman hortikultura seperti buah-buahan, tanaman herbal, tanaman hias, hingga peternakan dan perikanan bisa diintegrasikan dalam satu kawasan.
Menurutnya, hal ini tidak hanya memberikan dampak pada peningkatan ekonomi petani, namun juga menciptakan ekosistem pertanian baru yang notabene ramah lingkungan serta menghasilkan produk berkualitas.
“Permintaan pasar untuk buah-buah unggul seperti durian dan alpukat masih sangat terbuka luas. Ini bisa menjadi tanaman utama dalam penerapan One Zona Ten Products,” katanya.
Luthfie menyadari, buah tersebut tidak bisa segera dinikmati hasilnya. Setidaknya butuh 2 sampai 3 tahun untuk produktif. Karena ini pula, dalam konsep integrated farming juga membudidayakan beberapa produk hortikultura lain, seperti tanaman hias dan tanaman herbal yang relatif lebih cepat dalam produksinya. “Tanaman hias ini bisa menjadi komoditas ekspor yang cukup menjanjikan,” imbuhnya.
Berdampingan dengan produksi tanaman pertanian ini, kawasan tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk budidaya peternakan dan perikanan. “ Jadi jenis produk yang budidayakan dalam satu kawasan ini saling mendukung dan menguntungkan, bukan sebaliknya,” jelas dia.
Secara umum, konsep Integrated Farming dengan menerapkan One Zona Ten Products ini dirancang untuk optimalisasi fungsi lahan pertanian. Utamanya lahan-lahan tidur yang selama ini banyak ditemukan di daerah pedesaan. Dengan kata lain, konsep ini tidak akan membawa dampak negatif terhadap ketahanan pangan daerah maupun nasional.
“Setahu saya belum pernah ada yang menggagas invasi seperti ini,” kata Luthfie.
Mantan anggota DPRD Jatim ini menyadari, keterbatasan lahan, modal dan sumberdaya manusia masih menjadi tantangan.
Karena ini pula, dalam waktu dekat pihaknya bakal mempresentasikan konsep Integrated Farming dengan menerapkan One Zona Ten Products ini kepada setidaknya 9 kementrian di jakara. Diantaranya, Kementrian Pertanian, Kementrian Desa PDT, Kementrian Perikanan dan Kelautan dan Kemenparekraf.
“Melalui desa, pemerintah bisa hadir untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani. Misalnya, secara teknis Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bisa menjadi mitra petani. Lembaga ini memberikan pendampingan dan dukungan dalam penerapan konsep One Zona Ten Products,” jelas dia.
Hal ini bukan tanpa manfaat bagi desa. Sebab, ada berapa peluang pendapatan yang bisa didapatkan oleh desa misalnya dengan menjadikan integrated farming tersebut sebagai sarana edukasi dan destinasi wisata.
“Desa juga bisa mengambil peran dalam penyediaan sarana industry (pengelolaan atau penjualan,red) pasca panen. Jelas ini juga menjadi peluang untuk pendapatan desa,” katanya. (hai)