KOTA BLITAR – Maraknya pergaulan bebas mengakibatkan kasus hamil di luar nikah meningkat. Salah satu bentuk pergaulan bebas itu adalah pacaran yang kebablasan.
Mirisnya, kasus tersebut didominasi oleh anak remaja alias ABG (anak baru gede). Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Blitar, kasus kekerasan anak pada 2021 tercatat sebanyak 31 kasus. Pada 2022 meningkat 37 kasus. ”Kasus tersebut meliputi kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pernikahan dini (hamil di luar nikah), dan perlindungan anak seperti penelantaran anak,” jelas Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Anak DP3AP2KB Kota Blitar Dian Rahma kepada koran ini, kemarin (15/12.
Dari rincian kasus tersebut, kasus hamil di luar nikah cukup mendominasi dan meningkat di tahun ini. Pada 2021, kasus tersebut mencapai 12 kasus, sedangkan ementara per November 2022 mencapai 23 kasus. “Kami hanya mencatat kalau ada pihak yang melapor,” katanya.
Dian mengaku, pada November lalu terdapat tiga anak yang melangsungkan pernikahan dini. Berdasarkan hasil pengaduan, ketiganya terpaksa dinikahkan karena terlanjur hamil. Karena masih di bawah umur, pihaknya wajib memberikan surat rekomendasi kepada anak tersebut sebelum melanjutkan pernikahan. “Sebelum memberikan rekomendasi, kami harus asesmen dan mediasi kepada keluarga dulu. Jadi tidak sembarangan memberi rekomendasi,” terang perempuan berjilbab ini.
Salah satu kasus kekerasan anak yang cukup menjadi perhatian dinas adalah kasus pencabulan. Sebab, rata-rata pencabulan dilakukan oleh orang terdekat. Kurangnya pengawasan orang tua (ortu) menjadi salah satu penyebabnya. “Namun, tidak menutup kemungkinan ortu sendiri yang melakukan pencabulan kepada anaknya,” bebernya.
Selama ini, dinas juga melakukan pembinaan kepada ortu yang anaknya terlibat kasus pernikahan dini. Sebab, ortu masih mempunyai tanggung jawab atas pernikahan tersebut. “Ortu wajib menjamin kelangsungan hidup keluarga baru anaknya. Entah itu dengan memberi modal kerja atau tempat kerja dan sebagainya. Sebab, mereka masih di bawah umur,” terang Dian.
Menurutnya, ada banyak penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Salah satunya adalah lingkungan bermain. Rata-rata dialami oleh anak tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Mereka masih berada pada masa pubertas sehingga dimungkinkan memiliki ego yang lebih besar. “Bahkan, anak yang pergi sekolah diantar jemput ortunya saja bisa kebobolan,” ujarnya.
Guna mencegah tindak kekerasan seksual dan lain sebagainya, sebisa mungkin ortu harus mengikutkan anaknya pada kegiatan-kegiatan yang positif. Jadi, di samping bermain, anak-anak masih bisa mengembangkan potensi yang dimiliki. Belajar bukan hanya akademik di sekolah, melainkan juga belajar keterampilan guna meminimalisasi pergaulan bebas di luar. (mg1/c1/sub)
DATA KASUS KEKERASAN ANAK KOTA BLITAR
Pada 2021 ada 4 kasus kekerasan seksual berupa pencabulan dan 4 KDRT pada anak.
Pada 2022 ada 4 kasus pencabulan anak.
Pada 2021 ada 11 laporan penelantaran anak.
Sedangkan pada 2022 ada 10 laporan.
12 kasus hamil di luar nikah pada 2021 dan 23 kasus serupa pada 2022.
Mayoritas terjadi pada anak usia SMP.
Bidang Perlindungan Anak DP3AP2KB Kota Blitar melakukan pembinaan kepada ortu.
Agar ortu menjamin kelangsungan hidup keluarga baru.
Penyebab kasus karena kurang pengawasan ortu dan pergaulan bebas.
