TRENGGALEK – Pelayanan pengujian kendaraan bermotor dinas perhubungan (Dishub) mengalami perubahan nomenklatur. Akibatnya, dishub belum bisa memastikan retribusi pelayanan uji kir itu bisa menyumbang pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala Dishub Kabupaten Trenggalek Sigid Agus Hari Basoeki mengaku, terbitnya undang-undang (UU) Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah dengan Pemerintah Daerah, menuai kendala tersendiri. Pasalnya, UU tersebut menghilangkan nomenklatur pelayanan uji kir, tapi ada penambahan nomenklatur pengendalian lalu lintas. “Sampai hari ini, kita belum tahu turunan UU Nomor 1/2022 (aturan pelaksana, Red),” ucapnya.
Kekhawatiran yang ditimbulkan ketika dalam nomenklatur pengendalian lalu lintas tidak tercantum pelayanan uji kir. Maka, pendapatan pelayanan uji kir tidak bisa masuk ke PAD Trenggalek. Padahal, layanan itu bisa menghasilkan hingga Rp 400 juta per tahun. “Kita berharap pelayanan uji kir menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari apa yang dimaksud sebagai pengendalian lalu lintas,” sambung Sigid.
Sigid mengatakan, dishub masih menunggu aturan pelaksana dari UU Nomor 1/2022. Bukan cuma Trenggalek, menurutnya, aturan itu berdampak secara Nasional dan tak menutup kemungkinan kabupaten-kabupaten lain juga mengalami kendala yang sama. “Kalau itu masih masuk, maka PAD itu masih bisa berjalan, sebagai pendukung masing-masing kabupaten/kota,” ujarnya.
Menyinggung belum terbitnya aturan pelaksanaan, kata dia, mekanisme pelayanan uji kir dan menyumbang ke PAD masih tetap dilakukan. Pasalnya, ketika mengacu asas hukum, aturan lama tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UU yang baru. “Lalu, siapa yang bisa memberikan tafsir. Tak lain pembuat UU itu, kementerian,” ucapnya.
Lain hal, dishub masih punya potensi PAD lain ketika pelayanan uji kir tidak masuk ke nomenklatur yang baru (skema terburuk, Red). Sigi menjelaskan, potensi PAD itu ada pelayanan umum di tepi jalan atau retribusi parkir kendaraan. Dan, regulasi tentang perubahan kenaikan retribusi parkir itu masih macet di Provinsi Jatim. “Sebelum diundangkan, ada ada UU yang baru, jadi perlu menunggu,” tegasnya.(tra/c1/rka)