TULUNGAGUNG – Kebijakan satu harga minyak goreng (migor) Rp 14 ribu per liter belum sepenuhnya berjalan di Tulungagung. Sejumlah pedagang di pasar tradisional masih memberlakukan harga di atas HET (harga eceran tertinggi) yang ditetapkan pemerintah.
Itu diketahui saat Bupati Tulungagung Maryoto Birowo bersama jajaran forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) dan Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Tulungagung melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Pasar Bandung dan Campurdarat pada Rabu siang (26/1) kemarin.
Maryoto mengatakan harga migor di pasar tradisional masih tinggi. Yakni antara Rp 18 ribu hingga 20 ribu per liter. Ini karena para pedagang membeli atau kulakan minyak tersebut saat harga tinggi.
“Mereka jual harga tinggi karena pakai harga kulakan lama. Namun dalam seminggu ini kita pastikan harganya turun menyesuaikan yang ditetapkan pemerintah,” katanya.
Bahkan untuk mempercepat penyesuaian harga, Pemkab Tulungagung melalui dinas perindustrian dan perdagangan (disperindag) juga melakukan pendataan terhadap para pedagang pasar tradisional sebagai penerima subsidi migor. Sehingga kebijakan satu harga bisa diberlakukan merata baik di toko modern, ritel, hingga pasar tradisional. Dan masyarakat tidak kesulitan mencari migor harga Rp 14 ribu per liter.
“Permintaan lumayan tinggi ya. Karena memang salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Makanya pemerintah memberikan subsidi hingga 6 bulan,” tuturnya.
Pria nomor satu di lingkup Pemkab Tulungagung ini mengaku juga sudah mengupayakan untuk menekan harga migor yang tinggi dengan menggelar operasi pasar. Bahkan dalam giat itu, pihaknya mendistribusikan minyak subsidi pemerintah seharga Rp 14 ribu per liter dengan kuota sebanyak 2500 liter.
“Kami terus mengupayakan kembali harga normal ya. Maka dari itu, diharapkan masyarakat tidak perlu panic buying atau membeli secara berlebihan karena pemerintah sudah menjamin pasokan dan stok minyak goreng,” tandasnya.
Sementara itu salah satu pedagang Pasar Bandung, Nuryatin mengatakan masih menjual harga tinggi karena migor yang dijual merupakan stok lama yang dulunya ia beli juga saat harga tinggi. Yakni mulai Rp 18 ribu hingga Rp 19.500 per liter tergantung merek.
Kendati demikian, ia menyambut baik program pemerintah menerapkan kebijakan satu harga tersebut. Bahkan ia akan menyesuaikan harga jika mendapat subsidi tersebut. “Sulit jualnya kalau harga mahal gini. Tapi mau bagaimana lagi, kulakannya ya mahal,” tandasnya. (lil/rka/dfs)