TULUNGAGUNG – Bagus Putu Parto dan sang istri, Endang Kalimasada, tampil memukau membawakan puisi yang telah diciptakan dalam puncak Anniversary Ke-20 Jawa Pos Radar Tulungagung, kemarin (12/6). Puisinya memiliki makna tersendiri yang berisikan refleksi usia 20 tahun sampai doa yang terselip di dalamnya.
Ketika awal berdiri 20 tahun silam, Bagus Putu Parto sering mengirimkan puisi indahnya untuk mengisi halaman depan koran Jawa Pos Radar Tulungagung. Puisinya bertema Kemerdekaan, Kartini, dan lainnya sering ditemui di halaman depan koran kala itu. “Temanya sesuai dengan momen yang terjadi kala itu. Dengan koran ini, saya mempunyai hubungan panjang,” tandasnya.
Puisi yang diciptakannya saat itu bertujuan untuk merespons permasalahan-permasalahan yang muncul di masyarakat dengan kritis, tapi tetap menggunakan unsur sastra kental.
Tak hanya itu, para penulis dari Jawa Pos Radar Tulungagung waktu itu juga sering mengajaknya bertukar pikiran, berdiskusi tentang tulisan maupun tentang seni.
Dia berpendapat, kehadiran media terbesar di Tulungagung, Kabupaten/Kota Blitar, dan Trenggalek, ini memberikan angin segar terhadap eksistensi seni dan budaya. Hal itu dikarenakan publikasi dan komunikasi yang telah dilakukan.
Dia menjelaskan, dalam puisi yang diciptakannya khusus untuk Anniversary Ke-20 Jawa Pos Radar Tulungagung, Bagus, sapaan akrabnya, mencoba untuk merefleksikan melalui sebuah puisi yang berjudul Orkestra Sunyi. Relevansinya bahwa di akhir pagebluk ini seharusnya bersyukur karena menjadi manusia pilihan. Juga terselip doa di dalamnya, semoga Jawa Pos Radar Tulungagung menjadi media pilihan yang telah teruji oleh waktu.
Lebih dalam tentang pasangan sastrawan asal Kota Blitar ini, Bagus merupakan alumnus departemen teater ISI Jogjakarta yang lahir pada 2 Juni 1967 silam. Dia lebih terobsesi membangun kantong kesenian di tanah kelahirannya. Dengan menjadi salah satu motor penggerak Barisan Seniman Muda Blitar tahun 1991, Kelompok Revitalisasi Sastra Pedalaman pada tahun 1993, sampai pencetus ide Grebeg Pancasila tahun 2000 sebagai embrio peringatan Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni. “Kalau kini saya lebih banyak berkesenian di Rumah Budaya Kalimasada Blitar bersama sang istri dan sahabat-sahabat saya,” ujarnya.
Dia mengatakan, di era pandemi ini juga telah menerbitkan dua kado kitab puisi. Pertama berjudul Perahu Perak sebagai kado 25 tahun perkawinannya, serta Biografi Tepung sebagai kado 50 tahun sang istri Endang Kalimasada.
Sementara sang istri, Endang Kalimasada, selain sebagai seorang seniman juga tengah menekuni usaha kue kering Kalimasada Cookies di Blitar yang dirintisnya sejak 2003 dan berkembang hingga sekarang. Kiprahnya dalam dunia sastra membawanya mendapat dua buah kado Kirab Puisi dari para penyair nasional. Seperti Kata Cookies pada Musim 2015 oleh 44 penyair dan Biografi Tepung pada musim 2021 oleh 50 penyair.
Penghargaannya pun tak gemen-gemen, total tujuh penghargaan setingkat nasional dikoleksinya mulai dari dinobatkan sebagai Person of The Year oleh Jawa Pos Group tahun 2010 sampai Penghargaan Kreasi Prima Mutu dari Presiden RI Dr Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Negara pada tahun 2012. (*/c1/din)