TULUNGAGUNG- Tiga rencana pembangunan tempat ibadah di Tulungagung masih belum bisa dilaksanakan karena belum mengantongi rekomendasi. Mayoritas disebabkan karena masih kurang lengkapnya persyaratan administrasi yang diperlukan.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tulungagung, wkokwhd mengatakan, tiga lokasi tempat ibadah yang belum keluar rekomendasinya ada di Desa Batangsaren, Kecamatan Kauman; Desa Moyoketen, Kecamatan Boyolangu; dan di Desa Rejoagung, Kecamatan Kedungwaru.
Ketika rekomendasi dari FKUB ini belum dikeluarkan, proses pembangunan urung bisa dilaksanakan. Itu karena rekomendasi tersebut merupakan salah satu persyaratan penting untuk membangun sebuah tempat ibadah. “Ketiganya tidak bisa memenuhi syarat administrasi sehingga rekomendasi belum dikeluarkan,” katanya.
Dia mengaku, tak hanya pada tiga pembangunan tersebut, permasalahan tarik ulur pendirian tempat ibadah ini mayoritas memang berasal dari kurangnya pengetahuan dari pengurus atau panitia tentang peraturan yang ada. Misalnya, persyaratan administratif tempat ibadah yang akan dibangun minimal akan dipakai 90 orang, maka juga terdapat persetujuan minimal 60 orang yang berada di sekitar lokasi rencana pembangunan tersebut. Artinya, tempat ibadah yang akan dibangun di suatu wilayah memang layak dan dibutuhkan masyarakat.
“Meski demikian, tidak pernah ada yang bertanya terlebih dahulu. Semata-mata langsung mengajukan. Barulah kita (FKUB, Red) sosialisasi persyaratan yang ada, biasanya mereka akan kembali dalam waktu tiga sampai empat bulan,” katanya.
Menurut dia, apabila persyaratan tersebut tidak dipatuhi, maka bisa saja pada kemudian hari tempat ibadah tersebut dianggap meresahkan. Dalam artian, banyak kegiatan yang tidak tersosialisasikan kepada masyarakat atau terkesan tertutup. Lebih-lebih, apabila ada masyarakat yang tidak suka dengan keadaan tersebut, maka bisa saja memusuhi tempat ibadah yang dibangun.
Dia melanjutkan, yang juga penting, pihak yang berkeinginan untuk membangun sebuah tempat ibadah semestinya harus membaur atau melakukan pendekatan terhadap lingkungan masyarakat. Minimal masyarakat mengetahui background tempat ibadah yang akan dibangun. “Kurangnya hubungan dengan masyarakat sekitar biasanya membuat masyarakat tidak simpati,” katanya. (mg1/c1/din)