Tulungagung – Ribuan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Tulungagung sudah ditangani. Berdasarkan kasus, masih terdapat stigma terhadap mereka sebagai aib bagi keluarga hingga mengalami pemasungan. Hal itu menyebabkan terlambatnya penanganan secara medis.
Subkor Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Keswa Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung, Heru Santoso mengatakan, ada 2.613 OGDJ di Tulungagung yang ditangani sepanjang tahun 2022 ini. Laporan tersebut berdasarkan data dari 32 puskesmas di seluruh Tulungagung.
Menurut dia, berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM), penanganan OGDJ di Tulungagung sudah mencapai 100 persen. “Berdasarkan SPM itu sudah 100 persen. Setiap OGDJ yang ditangani sesuai standard itu sudah masuk di hitungan SPM itu,” jelasnya kemarin (25/12).
Para OGDJ di Tulungagung telah masuk dalam pemetaan penanganan dinkes. Dengan pemetaan tersebut, pengamatan serta pengawasan OGDJ dapat dilakukan setiap bulan. “Sudah dipetakan, jadi pengamatan dan pengawasan ODGJ bisa dilakukan setiap bulan,” ucapnya.
Disinggung ihwal kesembuhan OGDJ di Tulungagung, dia mengaku, berdasarkan pengamatan, jika konfirmasi OGDJ kurang dari 6 bulan telah mendapatkan pengobatan, maka potensi untuk sembuh semakin tinggi. Namun, mayoritas kasus di Tulungagung, belum ada kasus ODGJ di bawah 6 bulan langsung tertangani oleh pihak medis. “Kalau belum ada 6 bulan sudah menjalani pengobatan, itu bisa sembuh. Tapi, berdasarkan kasus itu hampir tidak mungkin di bawah 6 bulan langsung dibawa ke fasilitas kesehatan,” paparnya.
Hal tersebut dikarenakan penderita gangguan jiwa masih dianggap sebagai aib bagi keluarga. Akibatnya, para ODGJ di Tulungagung disembunyikan bahkan mengalami pemasungan. Dengan begitu, pihaknya butuh waktu bertahun-tahun untuk mengetahui bahwa di keluarga tersebut ada penderita gangguan jiwa. “Banyak yang menganggap adanya penderita gangguan jiwa itu sebagai aib bagi keluarga. Jadi, banyak yang disembunyakan bahkan sampai dipasung. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengetahui kalau di keluarga itu ada penderita gangguan jiwa,” ungkapnya.
Kemudian, untuk meminimalkan hal tersebut, pihaknya berupaya untuk membangun komunitas berupa posyandu kesehatan jiwa. Menurutnya, ODGJ butuh penanganan komprehensif dengan mengonsumsi obat secara rutin. “Kalau pas gelisah, kemudian di asesmen itu rawat jalan atau rawat inap (ranap). Kalau ranap ya langsung dirujuk ke rumah sakit jiwa,” tutupnya. (mg2/c1/din)