KABUPATEN BLITAR – Wacana pengelolaan tambang pasir dan batu belum bisa diwujudkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar. Kekosongan formasi sekretaris daerah provinsi (sekdaprov) disebut sebagai salah satu kendalanya. Untuk sementara, langkah penertiban bakal dilakukan.
Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso mengatakan, pemerintah daerah tidak tinggal diam melihat eksploitasi sumber daya alam di Bumi Penataran. Menurut dia, harus ada regulasi yang jelas dalam pengelolaan kekayaan alam tersebut. Ini tidak hanya dalam rangka konservasi lingkungan, namun juga optimalisasi pendapatan daerah. “Kami sudah proses ini, baik untuk tambang pasir manual maupun yang pakai mesin,” katanya kepada awak media.
Wabup mengaku sudah melayangkan surat untuk kepentingan perizinan tambang galian C ke Pemprov Jatim. Sayangnya, hal ini belum membuahkan hasil yang signifikan lantaran komposisi pemerintahan di tingkat Jatim itu belum lengkap. Kursi sekretaris daerah yang biasanya menjadi jujukan persoalan administrative, sementara ini diisi oleh penjabat (Pj) alias belum definitif.
Sejalan dengan hal itu, wabup mengaku bakal berkordinasi dengan aparat penegak hukum (APH). Itu tidak lain untuk pengamanan sumber daya alam yang ada di Kabupaten Blitar. Maklum, tidak semua pelaku usaha pertambangan tersebut mengantongi izin. “Jadi sambil menunggu sekdaprov definitif, pemkab akan menggandeng APH yaitu polres, kodim, dan kejaksaan untuk membahas langkah penertiban dan dasar hukumnya,” jelasnya.
Rahmat menjelaskan, penertiban ini tidak hanya semata karana masalah perijinan. Sebaliknya, pemerintah daerah dituntut untuk proaktif dalam meningkatkan pendapatan daerah. Sektor pertambangan ini digadang-gadang sebagai alternatif untuk penambahan pendapatan asli daerah (PAD).
Menurutnya, pemerintah daerah memiliki peluang besar dalam sektor pertambangan ini. Salah satu caranya dengan menggunakan badan usaha milik daerah (BUMD). Hal ini juga sebutkan dalam UU Cipta Kerja. Dengan begitu, pendapatan dari sektor pertambangan bisa lebih dioptimalkan. “Sehingga PAD dari tambang pasir bisa meningkat, selanjutnya digunakan untuk perbaikan infrastruktur jalan rusak yang selama ini dikeluhkan masyarakat,” terangnya.
Jika memungkinkan, pengelolaan sektor pertambangan ini juga akan melibatkan modal luar. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak begitu terbebani dengan kebutuhan atau biaya yang diperlukan dalam menajalankan usaha tersebut. “Bisa dengan sistem kerja sama atau MoU, saling menguntungkan dan tidak membebani APBD,” ujarnya.
Sebelum itu, pemerintah daerah rencananya juga akan melakukan studi komparasi ke daerah daerah yang sudah berhasil menangani sektor pertambangan tersebut. Misalnya, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lumajang, dan Magelang. “Harapannya, penertiban ini bisa terlaksana dengan baik dan kondusif. Termasuk disosialisasikan pada penambang, agar bisa dipahami maksud dan tujuan penertiban ini,” tandasnya. (hai/c1/wen)