TRENGGALEK- KPU Trenggalek kembali melanjutkan rencana awal untuk mengambil peluang penataan daerah pemilihan (dapil) pada pesta demokrasi 2024, meskipun semua keputusan berada di KPU RI.
Secara kewenangan, Komisioner KPU Trenggalek Divisi Teknis Penyelenggaraan Istatiin Nafiah menjelaskan, peran KPU Trenggalek bukan sebagai pembuat keputusan, tetapi mengikuti alur meliputi tapan rancangan, pengumuman, penyelenggaraan uji publik, penyampaian hasil uji publik ke KPU Provinsi, baru kemudian KPU RI yang memutuskan. Keputusan KPU RI itu yang menjadi landasan KPU kabupaten/kota untuk mengumumkan hasil pada tahapan penataan dapil di Kabupaten Trenggalek.
Iin -sapaan akrabnya- melanjutkan, peluang penataan dapil di Trenggalek lebih besar dibandingkan pemekaran dapil. Bertolak dari data agregat kependudukan per kecamatan (DAK2), penduduk di Kota Alen-Alen sebatas 747.649 jiwa (baik yang memiliki hak pilih atau tidak, Red). “Secara regulasi, di UU 7 atau PKPU diatur sejumlah itu pada 45 kursi. Maka dari data itu, KPU kabupaten punya wewenang untuk menyusun dan merancang (dapil) sebelum pengumuman pada Rabu, 23 November 2022,” ujarnya.
Dalam progresnya, Iin mengatakan, pihaknya sudah menggelar sosialisasi tentang penataan dapil dan alokasi kursi anggota DPRD pada Pemilukada 2024, kemarin (21/11). Selanjutnya akan ada tahapan tentang tanggapan masyarakat, secara person atau lembaga, dan kemudian akan ada pengumuman.
Pascapengumuman, lanjut dia, akan ada uji publik. Dalam hal itu, KPU Trenggalek akan mengundang pemda, parpol, akademisi, dan stakeholder terkait untuk menanggapi rancangan penataan dapil sudah memenuhi prinsip yang paling ideal atau belum. “Uji publik juga tidak akan cukup hanya sekali, kalau ternyata masih belum mengerucut dan mendekati ideal,” ujarnya.
Sementara dalam merancang penataan dapil, KPU kabupaten/kota akan merujuk aplikasi Sidapil. Aplikasi itu berfungsi untuk menentukan pemenuhan prinsip-prinsip penataan dapil, melalui DAK2 yang telah tersinkronisasi dengan peta wilayah.
Iin mencontohkan, semisal ketika ada penggabungan 3-4 kecamatan ternyata melebihi 12 kursi, maka secara otomatis tidak terpenuhi, karena maksimal 12 kursi dan minimal 3 kursi tiap dapil. “Misal kita merancang seperti ini, terus prinsip proporsionalitasnya apakah terpenuhi atau tidak, termasuk juga integralitas wilayahnya. Karena di situ, petanya langsung muncul warna-warna per dapilnya,” jelasnya. (tra/c1/rka)