Trenggalek – Kasus penganiayaan santri di salah satu pondok pesantren (ponpes) Desa Ngulankulon, Kecamatan Pogalan, harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Pasalnya, baik pelaku maupun korban sama-sama anak di bawah umur.
Dalam proses tersebut, kedua belah pihak baik itu kedua korban dan satu terduga pelaku harus mendapatkan pendampingan hukum. Itu dilakukan untuk memenuhi hak-hak mereka sebagai anak berdasarkan undang-undang. “Kami mengakui hal tersebut, dan saat ini tengah mempersiapkan pendampingan hukum bagi mereka,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek dr Ratna Sulistyowati.
Dia melanjutkan, sementara pendampingan hukum diberikan terhadap kedua korban. Untuk itu, dalam hal ini dinsos P3A telah menyiapkan pengacara untuk mengawal kasus tersebut. Nantinya bantuan hukum yang diberikan mulai dari tahap penyidikan, hingga persidangan di pengadilan. “Kami berharap dengan bantuan pengacara itu, korban akan mendapatkan keadilan dari segi hukum yang semestinya,” katanya.
Sementara untuk pelaku yang juga masih termasuk usia anak-anak, kendati dinsos P3A belum menunjuk pengacara seperti yang dilakukan terhadap korban, tetapi pendampingan tetap diberikan. Itu dibuktikan dengan terus berkoordinasi bersama penyidik Polres Trenggalek agar proses penyelidikan bisa dilakukan sebagaimana mestinya. Sebab, untuk proses penyelidikan terhadap pelaku anak-anak, ada beberapa proses yang harus dilakukan. Apalagi, tuntutan yang dilayangkan di bawah tujuh tahun sehingga sementara ini proses hukumnya tetap berjalan, tidak dilakukan penahanan terhadap pelaku.
Karena itu, sementara pelaku dititipkan di panti rehabilitasi anak yang ada di Kabupaten Nganjuk. Itu lantaran di Trenggalek sendiri tidak ada panti untuk proses serupa. “Yang menjadi kendala dalam proses hukum ini adalah posisi orang tua pelaku yang ada di Palembang. Namun, dalam hal ini sudah ada komunikasi dengan orang tua yang dilakukan penyidik kendati lewat telepon,” jelas kepala Bappeda Litbang Trenggalek ini.
Seperti diberitakan, ponpes di Bumi Menak Sopal dan sekitarnya tampaknya harus melakukan pembinaan terhadap para pengajar atau ustad di lingkupnya. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kejadian penganiayaan terhadap santri di salah satu ponpes wilayah Desa Ngulankulon, Kecamatan Pogalan, yang diduga dilakukan MDP, 17, warga Kecamatan Plaju, Palembang, Sumatera Selatan, yang merupakan seorang ustad ponpes tersebut.
Akibatnya, kini kedua santri yakni GD, 14, warga Desa Tumpuk, dan LM, 15, warga Desa Ngepeh, yang keduanya di Kecamatan Tugu, tengah menjalani pemeriksaan di RSUD dr Soedomo Trenggalek akibat luka yang diduga karena penganiayaan tersebut.(jaz/c1/rka)