TULUNGAGUNG – Usulan perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perpakiran dengan menaikkan tarif parkir di Tulungagung menuai banyak masukan dari berbagai elemen masyarakat. Adanya fenomena oknum petugas parkir liar dan pelanggan parkir tahunan yang masih dimintai tarif oleh petugas parkir, menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung sebelum menetapkan payung hukum baru.
Pengamat kebijakan publik, Andreas Djatmiko mengatakan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, penetapan perda untuk meningkatkan pajak dan retribusi daerah adalah ranah dari sebuah kebijakan dari setiap kabupaten maupun kota. Namun, penetapan perda tidak boleh bertentangan dengan hierarki yang berada di atasnya seperti pergub, permendagri, dan UU.
Menurut dia, pemkab berhak untuk menetapkan kebijakan, misalnya kebijakan untuk menambah pendapatan daerah atau APBD. “Selaras dengan aturan otonomi daerah, dalam aturan tersebut sangat jelas bahwa setiap daerah berhak mengelola keuangan masing-masing seperti peraturan mengenai retribusi maupun pajak,” jelasnya kemarin (12/5).
Lanjut dia, usulan perubahan Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perpakiran dengan menaikkan tarif parkir di Kabupaten Tulungagung tersebut merupakan bagian dari peningkatan pajak dan retribusi daerah. Namun, menurutnya, dalam menetapkan sebuah perda, pemkab harus mempertimbangkan dampak dalam penetapan perda tersebut.
Selain itu, perlu adanya sosialisasi bagi pelaku usaha terkait kenaikan tarif parkir yang akan berimbas pada jumlah pengunjung yang datang. “Jika dibandingkan dengan kota-kota besar, tarif parkir Rp 2.000 itu masih murah. Namun kembali lagi, harus ada sosialisai kepada pelaku usaha karena usulan perda baru tersebut akan berimbas pada jumlah pengunjung yang datang,” paparnya.
Dia menambahkan, adanya fenomena oknum petugas parkir liar dan pelanggan parkir tahunan yang masih dimintai tarif petugas parkir, merupakan pekerjaan rumah bagi pemkab sebelum menetapkan perda baru terkait penyelenggaraan perpakiran. Fenomena tersebut harus diperhatikan oleh Pemkab Tulungagung. Karena dengan adanya fenomena tersebut sangat merugikan masyarakat sebagai pengguna parkir. “Sudah berlangganan parkir tahunan dan setiap parkir masih dimintai tarif oleh petugas parkir, kan kasihan masyarakatnya. Seharusnya pemda menyosialisasikan agar tidak terjadi lagi fenomena tersebut,” tutupnya.
Sementara itu, pengguna parkir sepeda motor, Halim mengatakan, pihaknya bahkan tidak mengetahui bahwasanya tarif parkir untuk kendaraan roda dua nonlangganan hanya Rp 500. Padahal, setiap kali menggunakan parkir, pihaknya memberikan setidaknya Rp 2.000 kepada petugas parkir. Selain itu perlu adanya penertiban terkait oknum petugas parkir liar, karena menurutnya, kini mencari lahan parkir di Tulungagung susah. “Setiap kali parkir saya memberikan Rp 2.000, Mas. Dikasih Rp 1.000 saja tidak diseberangkan, apalagi dikasih Rp 500,” pungkasnya. (mg2/c1/din)