TULUNGAGUNG – Tahun ini, pada 31 Januari, Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia akan memperingati ulang tahunnya yang Ke-96. NU memiliki perkembangan yang luar biasa di Tulungagung.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Tulungagung, Abdul Hakim Mustofa menjelaskan, terdapat 18 lembaga di Tulungagung yang masing-masing ditugaskan melaksanakan tugas-tugas NU seperti Lembaga Pendidikan Maarif, lembaga dakwah, lembaga takmir masjid, lembaga kesehatan NU, lembaga wakaf dan pertanahan, dan yang lainnya.
Dia melanjutkan, yang paling menonjol di Tulungagung kini adalah lembaga wakaf, karena sudah mampu menyertifikatkan kurang lebih 1.000 titik tanah wakaf milik badan hukum Nahdlatul Ulama di Tulungagung seperti madrasah, musala atau masjid.
“Target kita pada tahun 2024 nanti diupayakan semua masjid, musala, dan madrasah milik NU sudah tersertifikat badan hukum NU. Karena untuk menjaga dari klaim pihak lain dan tetap menjaga paham ahlussunnah wal jamaah,” katanya.
Dia mengatakan, untuk pendidikan, NU identik dengan pondok pesantren, kini kurang lebih terdapat 86 pondok pesantren (ponpes) besar atau kecil. Sedangkan yang masuk Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI NU) atau lembaga NU dengan basis utama pondok pesantren sekitar 60 ponpes tersebar di Kabupaten Tulungagung.
Tak hanya ponpes, ada juga Raudatul Athfal (RA) yang dikelola oleh Muslimat dan Lembaga Pendidikan Maarif, serta di atasnya juga ada Madrasah Ibtidaiyah (MI). Selain itu, terdapat Taman Pendidikan Alquran (TPQ) yang jumlahnya sangat banyak di Tulungagung.
“Memang program prioritas di NU itu adalah pendidikan, karena bagaimanapun pendidikan itu penting, masa depan tanpa pendidikan tidak akan bisa maju,” jelasnya.
Program yang juga mulai berkembang di Tulungagung saat ini adalah Lazisnu Care, program dari NU pusat yang setiap tingkatan ada. Nahdlatul Ulama (NU) Tulungagung sedang menggalakan koin NU yang hasilnya akan dikelola untuk Lazisnu.
Dia mengatakan, NU di Tulungagung juga mempunyai badan otonomi berjumlah 14, seperti Muslimat NU, Fatayat NU, GP Ansor, Pagar Nusa dan sebagainya. Masing-masing badan otonomi memiliki aturan sendiri. “Meskipun tidak semua badan otonomi ini memiliki prospek bagus, namun semuanya berjalan sampai sekarang,” katanya.
Dia melanjutkan, Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU) kini masih berjalan, namun terdapat kendala yaitu di percetakan, karena dengan basis warga nahdliyin di Tulungagung yang banyak, percetakan yang ditunjuk belum mampu mencetak KARTANU untuk semua nahdliyin yang ada.
“Di satu sisi, saat ini warga NU di Tulungagung seperti kurang bersemangat untuk membuat KARTANU ini. Sulit untuk menertibkan administrasi warga NU yang jumlahnya sangat banyak,” katanya.
Semua desa dan kelurahan di Tulungagung memiliki pengurus ranting NU, bahkan jumlah ranting yang dimiliki NU melebihi total seluruh jumlah desa di Kabupaten Tulungagung. “Jumlah desa di Tulungagung yakni 271 desa dan kelurahan, ranting NU terdapat 278. Hal ini karena terdapat beberapa desa yang memiliki lebih dari satu ranting,” katanya.
Dia menjelaskan, NU di Tulungagung menyesuaikan dengan adat dan budaya Jawa yang masih kental, melalui Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama yang mencoba mengarahkan kegiatan-kegiatan kebudayaan Jawa sedikit demi sedikit, pelan-pelan diarahkan ke Islami tanpa meninggalkan adat dan budaya Jawanya.
“Hal demikian sesuai yang diajarkan Wali Songo dulu, pada waktu awal menyebarkan agama Islam di Nusantara,” katanya. (mg1/c1/din/dfs)