KOTA BLITAR – Kalau tidak untung, pasti rugi. Begitulah gambaran seorang pebisnis bidang apa pun. Seperti kalangan pecandu tumbuhan kerdil alias bonsai. Jika tak memiliki bekal atau ilmu dari trainer, maka bisa mati langkah. Hendrianto, pelaku usaha tanaman bonsai, berbagi pengalaman getirnya menjadi pemula. Namun, itu adalah proses yang harus dilalui.
Batang pohon meliuk-liuk bak ular. Indah tatkala melihat lebih dekat aneka dedaunan dan ranting yang mungil. Sementara pot juga tak terlalu besar. Mayoritas tanaman ini kecil, tapi berusia belasan hingga puluhan tahun. Ya, bonsai namanya. Rupanya, tak mudah mengelola jenis flora satu ini. Butuh kesabaran dan pantang grusa-grusu.
Ada sepenggal kisah inspiratif dari Warga Desa Gaprang, Kecamatan Kanigoro, Hendrianto. Dia menekuni hobi membudidayakan tanaman bonsai ini sejak lima tahun terakhir. Pada lembaran awal perjalanan menggeluti hobinya, salah langkah pernah dia rasakan. Itu karena kurang mendapat arahan dari trainer dan belum memiliki strategi saat menjadi pemula.
Pria ramah itu mengaku, tanaman serut yang kali pertama disukai. Menurut dia, jenis tersebut sudah malang melintang di dunia bonsai. Tak hanya itu, perawatan tumbuhan ini juga tidak terlalu rumit. Sayangnya, lewat tanaman ini pula dia merugi Rp 5 juta. Meski angkanya tidak terlalu besar, pengalaman berharga ini masih membekas dalam benaknya.
“Dulu pernah beli (bonsai serut, Red) dongkelan harga Rp 100 ribu, borongan Rp 5 juta. Tidak ada trainer sama sekali dan itu percuma. Karena itu saya beli dongkelan,” ujar pria yang akrab disapa Hendri itu.
Ya, tanaman bonsai yang didongkel atau dipatahkan secara paksa, menurutnya akan berimbas buruk. Utamanya dalam hal ekosistem alam. Sebab, stabilitas tumbuhan bisa terganggu. Selain itu, tanaman bonsai tersebut juga akan lebih lama untuk menjadi indah. Yakni, sekitar 10 hingga 15 tahun.
Pria berusia 36 tahun itu mengaku kala itu sempat kewalahan menjual bonsai serut. Baik melalui media sosial (medsos) maupun area lokal. Padahal, harganya hanya Rp 200 ribu per pohon. Kesulitan itu, lanjut Hendri, tak lepas dari bentuk bonsai dongkelan besar dengan bobot mencapai 1,5 kuintal. Otomatis, pengemasan hingga pengiriman membutuhkan ongkos yang tak sedikit.
“Dari situ banyak yang batal beli. Akhirnya, saya kasihkan orang dan tetangga. Ini dampak karena tidak didampingi trainer,” sambungnya.
Faktanya benar bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Hendri terus menimba ilmu dari trainer profesional, mengantisipasi kesalahan budi daya yang berujung pada kerugian. Kini hampir ratusan bonsai tingkat prataman yang berjajar di rumahnya. Tanaman unik itu juga membuat huniannya kian asri dan dipenuhi bendera kemenangan.
Pada ajang pameran bonsai yang digelar Pemkot Blitar, ada salah satu tanaman andalannya yang masuk kategori baik di kelas pratama. Yakni, cemara buaya. Sekilas tanaman ini marak dijumpai di sejumlah tempat wisata. Di tangan Hendri, bonsai ini tampil menawan. Meski daunnya runcing, tapi kecantikannya tetap terjaga. Lumut hias di permukaan tanah juga mempertajam nilai estetika keindahan tanaman ini.
“Yang pasti untuk pemula harus sabar. Minimal harus mengikuti setiap proses. Mulai dari kelas prospek, pratama, madya, utama, dan bintang,” tandasnya.
Dia berpesan, ada tiga jenis tanaman yang bisa dipelajari pemula. Di antaranya, kimeng, sancang, dan seribu bintang. Dia menilai tumbuhan ini lebih mudah dirawat. Meski begitu, peran trainer sebagai pengarah tetap penting. Sejumlah video di medsos juga bisa menjadi referensi tahap perawatan bonsai. (*/c1/wen)