Konsisten menulis, Rif’atur Rofiah berhasil menjuarai Kompetisi Esai Nasional yang diadakan Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Timur (Jatim) tahun 2022. Seorang santri dari salah satu pondok pesantren di wilayah Ngunut itu berhasil menyabet juara satu pada ajang kompetisi penulisan tingkat nasional. Sering gagal dalam kompetisi serupa tidak menghapus konsistensinya dalam menulis.
TULUNGAGUNG – Kalau kamu bukan anak raja dan bukan anak ulama besar, maka menulislah. Kata-kata bijak dari Al-Ghazali, seorang filsuf Islam terkemuka, menjadi motivasi Rif’atur Rofiah untuk konsisten menulis. Banyak proses dilalui hingga perempuan berumur 22 tahun tersebut berhasil memperoleh juara 1 Kompetisi Esai Nasional yang diadakan oleh PW IPNU Jawa Timur tahun 2022.
Rif’atur Rofiah menceritakan, hobinya menulis sudah dilakoni sejak mengenyam pendidikan di sekolah menengah pertama (SMP). Segala jenis penulisan dijajal, mulai dari pembuatan cerita pendek, artikel, dan esai. Hobi menulis inilah yang terus ditekuni hingga sekarang. “Dari SMP itu saya memang suka menulis. Dulu itu menulisnya berupa tulisan-tulisan seperti cerita pendek, artikel, dan esai itu,” jelasnya kemarin (3/11).
Berawal dari hobi menulis, perempuan asal Desa Karangsono, Kecamatan Ngunut, tersebut mulai berani mengirimkan hasil tulisannya ke beragam kompetisi dan web. Hasilnya, tidak ada satu pun karya tulisnya yang berhasil menjuarai kompetisi-kompetisi penulisan. “Berulang kali saya mengirimkan hasil tulisan saya ke kompetisi-kompetisi penulisan dan sebelumnya belum pernah menjuarainya,” ucapnya.
Berulang kali bertemu dengan kegagalan tidak menyurutkan semangat seorang santriwati dari salah satu pondok di wilayah Ngunut tersebut. Petuah dari filsuf dan ulama terkemuka Al-Ghazali menjadi motivasinya untuk tetap konsisten dalam dunia menulis. “Kalau kamu bukan anak raja dan bukan anak ulama besar, maka menulislah. Petuah Imam Al-Ghazali itu yang saya pengang. Ya karena kita kan tidak pernah tahu dengan istiqamahnya kita menulis akan menempatkan kita di posisi apa ke depannya,” paparnya.
Konsistennya dalam menulis tentunya juga mengalami pasang surut. Keadaan emosional dan ide penulisan sering dialami sehingga menghambat pembuatan karya-karya penulisannya. Tak hanya itu, hasil karyanya juga sering diremehkan teman-teman sebayanya. “Dulu kan yang namanya masih amatir menulis tetap ada teman yang nyeletuk, ini kok tulisannya seperti ini, dan itu lo tulisannya jelek banget. Pasti ada omongan yang tidak sejalan dengan kita, ya tidak usah didengarkan,” ungkapnya.
Setelah mengetahui adanya ajang kompetisi tingkat nasional, dia sebenarnya tidak percaya diri untuk mengikuti ajang kompetisi tersebut. Adanya bujukan rayu dari teman sejawat untuk mengikuti kompetisi menulis tersebut, dia akhirnya tertarik dan mengirimkan esai hasil karyanya dua hari sebelum kompetisi ditutup. “Tidak ada harapan dan ekspektasi apa pun, ikut saja. Kebetulan ada temannya, akhirnya memutuskan untuk ikut kompetisi itu. Katanya teman yang ikut kompetisi itu hanya tiga orang dan kemungkinan untuk menang besar,” ucapnya.
Setelah mengirim esai hasil karyanya dan mengetahui ada ratusan peserta yang mengikuti kompetisi penulisan tersebut, perempuan berstatus mahasiswa di STAIMAS Ngunut itu hanya bisa pasrah dan kembali tidak mengharapkan apa pun dari kompetisi itu. Alhasil, dia dan teman sejawatnya berhasil lolos 22 penulisan esai terbaik dan harus mengikuti keberlangsungan acara di Surabaya. “Berangkatlah kita ke Surabaya untuk mengikuti kelas-kelas penulisan dan mengikuti kegiatan kompetisi itu,” paparnya.
Sesampainya di Surabaya dan setelah mengikuti kelas penulisan, seluruh peserta kembali disuruh menulis esai secara mendadak. Tentu saja hal itu membuat seluruh peserta kaget dan tidak menyangka akan adanya penulisan esai lagi. Mau tidak mau, dia kembali menulis esai dan hasil penulisannya berhasil menjuarai kompetisi tingkat nasional tersebut. “Banyak faktor yang membuat saya bisa menjuarai kompetisi itu. Faktor terbesar itu yang pasti doa-doa dari guru-guru saya, baik di pondok dan di kampus serta doa dari orang tua,” tutupnya. (*/c1/din)