TULUNGAGUNG – Program Neighborhood Upgrading and Shelter Project (NUSP) yang sedang dijalankan Perumda Tirta Cahya Agung Tulungagung terdapat ganjalan. Yakni, masalah perizinan pada pipa salah satu milik perusahaan milik daerah ini yang ada di pinggiran jalan nasional di Kecamatan Rejotangan dan pada lahan milik Perhutani.
Direktur Utama Perumda Tirta Cahya Agung Tulungagung, Joko Purnomo mengungkapkan, sampai kini program NUSP dari pemerintah pusat yang sedang dijalankan oleh Perumda Tirta Cahya Agung Tulungagung terdapat kendala. Yakni, pada perizinan penanaman pipa di tepi jalan nasional di Kecamatan Rejotangan, serta perizinan untuk pipa milik instalasi pengolahan air milik perusahaan pelat merah ini yang ada di lahan Perhutani.
Menurut dia, perizinan tersebut menjadi penting lantaran merupakan salah satu prasyarat untuk mendapatkan bantuan NUSP dari APBN dan APBD, dengan jumlah total mencapai Rp 19 miliar (M). Menurut schedule, akhir tahun 2022 ini semua persyaratan harus sudah lengkap, barulah disusul dengan proses pengerjaan pada awal tahun 2023 mendatang. “Maka, secepatnya masalah perizinan tersebut harus segera terealisasi,” ungkapnya.
Pasalnya, pihaknya pun juga baru mengetahui bahwa dua aset tersebut masih belum memiliki izin sejak berdirinya PDAM pada tahun 1992 lalu. Karena itu, kini secepatnya harus segara melengkapi hal tersebut untuk progres program NUSP yang sedang dijalankan. Dana sekitar Rp 500 juta pun disiapkan untuk segera menuntaskan permasalahan ini, meskipun dalam anggaran tersebut juga bisa digunakan untuk kebutuhan tak terduga lainnya saat berjalannya waktu nanti.
“Kalau syarat perizinan sudah lengkap, perizinan langsung bisa turun. Namun, kalau target perizinannya turun, akhir tahun ini mau tidak mau sudah harus turun. Karena NUSP bisa terealisasi apabila masalah perizinan sudah lengkap,” ungkapnya.
Rincian pembagian total dana Rp 19 M untuk NUSP tersebut adalah 60 persen dari APBN dan 40 persen dari APBD. Nantinya akan digunakan untuk perbaikan di instalasi pengolahan air di Jatiwekas Pagerwojo, dengan memberi tambahan pipa transmisi berdiameter 200 sepanjang kurang lebih 8 kilometer (km).
Sementara itu, perbaikan di Rejotangan dilakukan dengan pergantian pipa transmisi. Alasannya, lanjut dia, karena pipa yang digunakan pada instalasi pengolahan tersebut masih terbuat dari pipa asbestos cement pipe (ACP). Kelemahan dari ACP adalah jika terjadi kebocoran pipa. “Perbaikan sulit dilakukan lantaran onderdil pipa sudah tidak dijual,” tutupnya. (mg1/c1/din)