KABUPATEN BLITAR – Saga perkara pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan PT Greenfields bakal semakin memanas. Pasalnya, perusahaan berstatus penamanam modal asing (PMA) ini tidak terima putusan Pengadilan Negeri (PN) Blitar dan menempuh upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) di Surabaya.
Informasi yang berhasil dihimpun Koran ini, pengajuan banding ini dilayangkan 2 hari sebelum batas akhir permohonan, yakni tanggal 24 maret. Sayang, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari PT Greenfields terkait poin-poin keberatan dalam putusan PN Blitar yang memicu perusahaan peternakan ini menempuh jalur hukum.
Sementara itu, pihak warga terdampak pencemaran lingkungan mengaku tidak masalah dengan langkah PT Greenfields ini. Bahkan, hal ini juga membuka peluang baru. Sebab, ada beberapa tuntutan yang sebelumnya tidak dikabulkan oleh majelis hakim PN Blitar. “Karena ada pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh PT Greenfields dan ada kerugian masyarakat, ya tentunya PT Surabaya bakal mengabulkan ganti rugi itu,” ujar salah seorang tim kuasa hukum warga terdampak pencemaran lingkungan, Joko Trisno kepada Koran ini kemarin.
Namun, untuk sementara pihaknya cenderung pasif, lantaran belum menerima memori banding dalam perkara pencemaran lingkungan tersebut. Meski begitu, pihaknya sudah mendaftarkan kuasa banding ke PN Blitar untuk mengikuti rangkaian upaya hukum tersebut. “Jika nanti memori banding sudah kami terima, kami akan segera buatkan berkas untuk kontra memori bandingnya,” tegasnya.
Menurut dia, perkara ini sudah cukup jelas. Keputusan PN Blitar juga dapat diterima oleh penggugat. Namun, karena tergugat tidak terima dengan putusan tersebut, pihaknya memastikan akan mengikuti tahapan ini sampai ada keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap. “Apa saja yang nanti diungkap dalam memori banding ya kita sajikan saja bukti-buktinya, agar nanti bisa dilihat sendiri oleh majelis hakim PT Surabaya, mana yang lebih relevan,” bebernya.
Joko mengatakan, upaya banding berbeda dengan proses hukum sebelumnya. Tidak ada lagi pemeriksaan saksi, pemeriksaan setempat, atau agenda lain seperti pada sidang di PN Blitar beberapa waktu lalu. “Jadi nanti hakim menyidangkan sendiri, tanpa menghadirkan para pihak. Jadi majelis akan melihat apakah putusan PN Blitar ini sudah sesuai dengan perundangan atau belum,” jelasnya.
Menurut dia, jika ternyata putusan PN Blitar sudah sesuai dengan perundangan yang berlaku, putusan pengadilan tinggi tidak akan jauh dari putusan pengadilan negeri. Yakni, hanya sebatas menguatkan putusan sebelumnya. “Atau bisa sebaliknya, karena ada dampak atau kerugian masyarakat sehingga pengadilan tinggi bisa saja mengabulkan semua permohonan pihak penggugat, terutama terkait ganti rugi,” pungkasnya. (hai/c1/ady)