TULUNGAGUNG – Polemik pupuk subsidi masih menghantui banyak petani kecil di Kabupaten Tulungagung. Pasalnya, banyak petani yang mengeluhkan kurangnya kuota pupuk subsidi yang didapatkan. Karena itu, tak sedikit dari mereka terpaksa membeli pupuk nonsubsidi dengan harga empat hingga lima kali lipat dari harga pupuk nonsubsidi.
Salah satu petani di Desa Tiudan, Kecamatan Gondang, Sanuri mengatakan, bahwa sekarang ini kesulitan untuk mendapatkan lagi pupuk dengan harga subsidi. Itu dikarenakan ketersedian pupuk di desanya sering kosong sehingga terpaksa harus mencari pupuk ke luar desa dengan membawa persyaratan berupa fotokopi KTP dan surat pengantar dari desa.
Dia juga mengeluhkan tingginya harga pupuk nonsubsidi jenis Ponska yang berada di angka Rp 300 ribu per sak. “Kalau pupuk subsidi hanya dapat sekitar 25 sampai 30 kilogram (kg),” jelasnya Senin (7/3).
Dia mengaku tidak ada solusi terhadap kesulitan pupuk yang dialaminya. Jika tanaman sawah tidak dilakukan proses pemupukan, maka hasilnya akan menurun dengan rincian sawah luas 100 ru hanya dapat panen sekitar 5 kuintal.
Dia berharap agar pemerintah dapat membantu petani kecil dalam penyediaan pupuk subsidi. Hal itu dikarenakan jatah pupuk subsidi yang didapatkan tidak cukup.
“Jika tidak memakai pupuk, sawah dengan luas 100 ru hanya dapat panen sekitar 5 kuintal dan jatah pupuk subsidi itu tidak cukup,” katanya.
Sementara itu, Kasi Pupuk Pestisida dan Alat Mesin Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Tulungagung, Triwidiono Agus Basuki mengatakan, sebenarnya kalau dibilang pupuk langka dan sulit itu tergantung dengan penggunaan pupuk oleh petani.
Menurut dia, untuk pupuk dengan jenis urea, pihaknya hanya mendapatkan kuota dengan hitungan dibagi rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) atau dari rekomendasi. Dari hitungan tersebut, petani hanya mendapatkan 75 persen pupuk subsidi dari rekomendasi yang ada dalam RDKK. Sedangkan untuk pupuk dengan jenis NPK, petani hanya mendapatkan 35 persen dari hitungan kuota yang ada dibagi dengan RDKK petani dan dikalikan 100. “Yang jadi masalah itu ketika dengan hitungan persentasi tersebut, petani banyak yang merasa tidak cukup atas perolehan pupuk harga subsidi. Jika petani merasa tidak cukup dengan kuota perolehan pupuk yang didapat, maka petani harus menggunakan pupuk nonsubsidi dengan selisih empat sampai lima kali lipat dari harga pupuk subsidi,” jelasnya, Senin (7/3).
Dia menambahkan, setiap pupuk subsidi sudah ada data penerimanya. Data tersebut sesuai dengan elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK) bahwasannya kios hanya melayani petani yang ada dalam e-RDKK. Dia juga menambahkan, di RDKK sudah tertera luas lahan yang dimiliki petani sehingga kebutuhan pupuk bagi petani dapat tercukupi sesuai dengan hitungan yang ada. “Pendistribusian pupuk itu sudah sesuai dengan prosedur yang ada dan itu merupakan peraturan, bukan karena pupuk langka,” tuturnya.
Disinggung terkait estimasi pendistribusian pupuk di kios, dia mengaku, kios wajib menyediakan pupuk bagi petani seminggu sebelum memasuki masa pemupukan. Karena masing-masing kelompok tani memiliki masa pemupukan yang tidak sama, maka tiap kelompok tani dapat melaporkan masa pemupukan pada kios. Lalu kios distribusi pupuk dapat menyediakan seminggu sebelum petani memasuki masa pemupukan. “Sementara ini, kios belum ada laporan kesulitan dalam pendistribusian pupuk. Sedangkan apabila kios menjual pupuk tidak sesuai dengan e-RDKK, maka kios akan dikenai sanksi berupa mengganti pupuk subsidi dengan harga pupuk nonsubsidi,” pungkasnya. (mg2/c1/din)