Tulungagung – Pemerintah desa (pemdes) masih banyak yang ditemukan nakal dalam praktik administrasi dan keuangan. Terbukti, selama tahun 2022, Inspektorat Tulungagung menemukan 386 kasus kesalahan pencatatan di pemdes yang ada di Tulungagung.
Kepala Inspektorat Tulungagung Tranggono Dibjoharsono mengatakan, ratusan kasus maladministrasi dan keuangan itu ditemukan pada 52 desa. Sampai sekarang masih 379 kasus yang telah diselesaikan pemdes. Meskipun jumlah ini menurun dari tahun lalu, tetapi masih banyak desa yang tidak tertib.
“Kami telah menindaklanjuti melalui koordinasi dengan kecamatan. Agar pemerintah desa yang masih memiliki masalah administrasi dan keuangan dibina. Apakah pemdes mengalami kesulitan atau enggan mengerjakannya,” ujar Tranggono ketika ditemui di kantornya, Jumat (6/1).
Dari catatan Inspektorat Tulungagung, terdapat lima desa yang ditemukan adanya kasus kesalahan pencatatan keuangan. Dari lima desa itu, yang belum selesai nominalnya mencapai Rp 18,6 juta. Ada yang sudah lunas dan masih proses pengembalian catatan keuangan untuk diperbaiki.
Pihaknya juga pernah menemukan kasus, seperti pemdes yang mengadakan kegiatan rapat atau kerja bakti pasti ada undangan, daftar hadir, dan konsumsi. Namun, dalam kenyataannya, daftar hadir tidak lengkap dan tidak membuat notulen sehingga pihaknya tahu dari surat pertanggungjawaban (SPj) yang dibuat. Maka, hal tersebut merupakan kesalahan pencatatan dalam sisi administrasi.
Kemudian, dari sisi keuangan, kesalahannya seperti pihak pemdes membeli konsumsi atau barang melebihi harga satuan pokok kegiatan (HSPK). Dengan begitu, inspektorat memberikan batas waktu untuk pemdes mengembalikan keuangan tersebut selama seminggu hingga sembilan hari. Bahkan, kesalahan pencatatan keuangan tidak hanya itu.
“Biasanya kami juga menemukan kasus seperti pemdes setelah beli makan ternyata tidak ada nota pembelian. Kami masih beri pendekatan untuk memperbaiki. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan pemdes terhadap pencatatan dan kondisi darurat,” tegasnya.
Tranggono pernah menemukan kasus pemdes yang melebihi HSPK, dengan alasan kondisi darurat dan itu perlu dilakukan riset. Pihaknya dapat mengetahui apakah kondisi darurat tersebut benar atau hanya alasan. Selain itu, harus ada berita acara yang menerangkan kondisi keuangan sehingga inspektorat mengetahui latar belakang melebih HSPK.
Atas temuan pemeriksaan itu, inspektorat melakukan pengawasan sekaligus pembinaan kepada pemerintah desa dengan maksud untuk audit. Selain itu, inspektorat juga bisa diundang oleh pemdes untuk melakukan pembimbingan dengan turun langsung. Namun, dalam hal ini, inspektorat memfokuskan ke pencegahan agar tidak ada penyelewengan administrasi.
“Kami juga mengawasi bila ada proyek di suatu desa. Mulai dari lelang hingga pelaksanaan pemanfaatan keuangan, melihat progres, sehingga mengetahui perkembangannya,” pungkasnya.(jar/c1/din)