KABUPATEN BLITAR – Pembayaran Pajak Bumi Bangunan Perumahan dan Permukiman (PBB-P2) sudah melampaui jatuh tempo. Namun, hingga kini realisasinya baru sekitar 79 persen. Tak pelak ini menambah tugas penagihan, karena sisa piutang sebelumnya masih cukup tinggi.
“Per 7 oktober PBB-P2 yang masuk sekitar Rp 28,6 miliar,” ujar Kabid Pembukuan dan Pendapatan Daerah Lainnya, Badan Pendapatan Daerah, Kabupaten Blitar, Fenty Nurul Azizah, kemarin (10/10).
Dia mengatakan, PBB-P2 ditarget Rp 36,3 miliar. Itu jika mengacu pada perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022. Sebab, dalam APBD induk target yang dibebankan jauh lebih tinggi. Yakni sekitar Rp 40,3 miliar. “Kenapa ada penurunan? Itu karena target tersebut terlalu tinggi dan harus disesuaikan dengan potensi yang ada,” katanya.
Dia tidak menampik hal itu menjadi tugas tambahan bagi tim penagihan. Sebab, piutang pajak tahun tahun sebelumnya masih cukup tinggi. Kendati begitu, pihaknya optimistis akhir tahun mendatang bisa mencapai target yang ditetukan.
Denda keterlambatan, lanjut Fenty, sudah ditentukan ketika pembayaran tidak sesuai jatuh tempo. Yakni, dua persen perbulan dari besaran pajak yang sudah ditetapkan. “Kami melibatkan kejaksaan untuk proses penagihan ini. Dan sejauh ini cukup efektif,” tuturnya.
Pendapatan dari sektor pajak ini juga menjadi perhatian wakil rakyat. Dalam rapat paripurna penyampaian nota keuangan rancangan anggaran pendapatan daerah (RAPBD) beberapa waktu lalu, pemerintah diminta melakukan optimalisasi pendapatan dari sektor pajak. Ada beberapa potensi yang bisa diupayakan untuk mendulang PBB-P2. Misalnya lahan bekas Perkebunan Karangnongko yang kini sudah bersetifikat.
Terkait hal itu, Fenty mengaku akan mendata ulang. Artinya, bapenda harus turun lapangan untuk mencatat luasan lahan baru yang kini sudah bersertifikat hak milik tersebut. “Kami akan koordinasi dengan Badan pertanahan nasional (BPN) Kabupaten Blitar untuk hal ini,” tuturnya.
Dia mengatakan, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan mengenai besaran PBB P2. Idealnya, nilai pajak yang ditarik pemerintah 0,5 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP). Namun, untuk sementara ini kebijakan tersebut nyaris belum bisa diterapkan. Terlebih, kondisi ekonomi yang belum begitu pulih akibat pandemi Covid-19. “Kalau saat ini PBB-P2 ini sekitar 0,03 persen dari NJOP. Jadi sangat jauh dari batasan yang diberikan oleh pusat,” katanya. (hai/wen)