TRENGGALEK – Masalah demi masalah menggerogoti roda pemerintahan Desa Ngulanwetan, Kecamatan Pogalan. Baru hitungan bulan permasalahan pengangkatan perangkat desa yang berujung penonaktifan kepala desa (kades) definitif usai, kini dua perangkat desa tersebut ditahan Kejari Trenggalek. AK dan S, dua perangkat desa yang diduga menyelewengkan alokasi dana desa (add) dan dana desa (dd) tahun anggaran 2019.
Informasi yang diterima Koran ini, hal ini ditengarai lantaran kurang maksimalnya tugas dan tanggung jawab kades sebagai pengelola kegiatan (PK). Hal tersebut membuat hubungan antara PK dan kedua pelaku yang berperang sebagai pelaksana kegiatan anggaran kurang harmonis. Tak ayal, hal tersebut mengakibatkan surat permintaan pembayaran (SPP) yang ada tidak dibuat seperti prosedur. SPP tersebut diperlukan untuk mengampu atau bertanggung jawab dalam kegiatan sehingga terjadi kevakuman, padahal kegiatan tetap dilaksanakan. “Proses penyelidikan telah kami lakukan sejak September 2021 lalu, hingga kemarin (Rabu, 2/2-red) diputuskan kedua pelaku bersalah sehingga ditahan,” ungkap Kajari Trenggalek Darfiah.
Dia melanjutkan, karena kelalaian tersebut terjadi selisih penggunaan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) sekitar Rp 260,7 juta antara laporan dan pelaksanaan berdasarkan hasil audit. Selisih tersebut diambil dari SPP pada ADD sekitar Rp 720,5 juta lebih. Namun setelah dilakukan audit hanya sekitar Rp 640,3 juta lebih sehingga ada selisih sekitar Rp 80,2 juta lebih. Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi dengan DD, yaitu berdasarkan SPP ada sekitar Rp 895,5 juta lebih, sedangkan berdasarkan hasil audit sekitar Rp 715,09 juta lebih. Dengan demikian, terjadi selisih sekitar Rp 180,4 juta lebih. “Semua selisih itu merupakan selisih kurang,” katanya.
Dari kegiatan tersebut, pelaku S lebih dominan pada pekerjaan yang didanai dari ADD. Sedangkan AK lebih dominan pada kegiatan yang bersumber dari DD. Kegiatan SPP yang tidak sesuai prosedur tersebut terjadi pada SPP yang telah diverifikasi oleh sekretaris desa, belum ada pengesahan dari kades, juga dilengkapi dengan bukti pendukung yang sah, seperti bukti transaksi/kuitansi namun tetap dilaksanakan. Hal tersebut membuat pembayaran yang dilakukan tidak sesuai kenyataan.
Kedua perangkat desa tersebut diamankan untuk proses penyelidikan selanjutnya. Sebab atas tindakan tersebut ada unsur penyimpangan dengan penyalahgunaan wewenang dan penyalahgunaan anggaran, yaitu tindak pidana korupsi pada APBDes Ngulanwetan tahun 2019 silam. “Jika terbukti bersalah, pelaku akan kami hukum berdasarkan undang-undang tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara,” jelas Darfiah.(jaz/c1/rka)