TULUNGAGUNG – Kini vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) hampir selesai, bahkan 73 ribu ekor sapi telah disuntik. Namun seiring waktu, peternak mengaku bahwa hewan ternaknya mengalami sakit hingga sebagian mati setelah divaksin. Hal itu membuat kebertahanan hidup para peterNak sapi perah terancam.
Peternak sapi perah Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Suwarno mengatakan, kondisi sapi perah di desanya semakin parah. Bahkan ternyata setelah divaksin tambah sakit, seperti ngiler hingga kukunya gudikan. Meskipun vaksin PMK memang ada efek sampingnya seperti demam, tapi sapinya hingga mati 3 ekor, padahal awalnya sehat.
“Kini sapi mati di Desa Penjor di atas 200 ekor. Kami mendata sendiri dengan mendatangi para ketua RT. Ternyata pada dua RT ada 30 ekor sapi yang telah mati karena PMK. Ini kami lakukan untuk mencari data yang valid, jadi tahu sapi yang sakit, potong paksa, dan mati,” ujarnya.
Dia melanjutkan, kini banyak peternak yang trauma. Bahkan, sisa sapinya yang masih hidup tapi sakit, dijual dengan harga murah. Yakni dengan harga Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, bahkan 2 ekor sapi hanya ditaksir Rp 7 juta. Padahal, jika peternak tidak panik bisa diobati lebih lanjut oleh petugas medis dari puskesmas hewan (puskeswan). Namun, peternak hanya berpikir sapinya harus dijual dan keluar dari kandang agar tidak menulari sapi yang sehat.
Sapi perah yang berpotensi mati itu yang tubuhnya besar, karena tidak kuat berdiri. Karena itu, peternak harus memberikan asupan makan yang cukup, tidak sedikit dan tidak terlalu banyak.
“Kadang saya merasa aneh karena sapi tiba-tiba ada yang mati tanpa sebab. Bila dikasih makanan banyak, sapi akan bermasalah pada lambungnya hingga kembung dan mati. Saya juga menemui sapi yang akan sembuh dari PMK, tapi tiba-tiba mati,” ungkapnya.
Setelah terjangkit PMK mestinya dinas segera ada aksi. Obatnya harus yang bagus. Kebanyakan petugas keswan desa yang menangani itu bukan dokter hewan. Paling obatnya vitamin, tapi akhirnya tidak cukup. Sebagian gara-gara peternak tidak punya uang, itu yang membuatnya kasihan.
Pihaknya tidak bisa membayangkan nasib peternak dengan adanya virus PMK ini, karena dampaknya tidak punya sapi dan susu. Apalagi, 80 persen warga Pagerwojo merupakan peternak sapi perah. Semua sawahnya ditanam rumput gajah. Karena itu, mereka bingung apa lagi yang digunakan untuk bertahan hidup.
“Sekarang masih dalam masa peralihan. Nanti 2 atau 3 bulan ke depan baru terasa kelanjutan hidup para petnak. Karena semua biaya hidup dari dapur, listrik, hingga kebutuhan lainnya, berasal dari susu,” jelasnya.
Suwarno berharap kepada pihak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Tulungagung, agar selain menerjunkan dokter hewan, juga memberikan motivasi kepada peternak dan bantuan obat yang berkualitas. Namun, dia juga mengaku bahwa dinas memang telah memberikan tiga dokter hewan, tapi itu belum cukup. Selain itu, tim satgas yang dibentuk dari kabupaten harus ada dari tingkat desa.
Sementara itu, Kepala Disnak Keswan Tulungagung Mulyanto menjelaskan, sampai hari ini kondisi PMK di Tulungagung semakin membaik. Karena vaksinasi yang hampir selesai dengan 73,7 ribu ekor sapi telah disuntik. Kini tinggal 9 ribu ekor sapi yang akan disuntuik sesuai vaksin yang masih tersisa. Semua kecamatan telah divaksin hewan ternaknya. Pagerwojo, Sendang, dan Ngantru, 100 persen selesai.
“Kini tren virus PMK menurun. Hingga kini jumlah kasus mencapai 2.183 ekor sapi yang terjangkit PMK. Sebanyak 954 ekor sembuh, potong paksa 35 ekor, dan sapi yang mati 55 ekor,” terangnya.
Dia menyebutkan, babi juga telah divaksin, dengan populasi mencapai 10 ribu ekor. Namun, kambing belum divaksin karena potensi penyebaran PMK tidak masif sehingga masih dapat teratasi. “Karena vaksin akan habis. Ini kami menunggu arahan dari provinsi untuk vaksin tahap kedua,” tuturnya.
Ketika disinggung perihal bantuan social, pihaknya belum menerima petunjuk teknis perihal itu. Namun kalau pengobatan, bila peternak datang ke puskeswan itu gratis. Kecuali kalau di dokter hewan swasta memang harus membayar.(jar/c1/din)