TRENGGALEK- Belakangan ini Kristiono sibuk dengan usaha mebel. Di rumah, Kris -sapaan akrabnya membangun bengkel mebel kecil-kecilan. Tempatnya berada di halaman depan. Di bengkel itu, banyak didapati limbah kayu yang tertimbun hingga setinggi mata kaki orang dewasa. Limbah kayu yang berupa serpihan-serpihan halus itu membuktikan bahwa Kris sering membuatkan mebel pesanan orang.
Bengkel mebel Kris berukuran cukup luas. Muat untuk 2-3 lemari berukuran besar, bahkan masih ada space yang cukup untuk Kris bekerja.
Warga Desa Bogoran, Kecamatan Kampak itu, mendapat keahlian mebeler dari pekerjaannya dulu yang berkaitan dengan mebel. Ceritanya, Kris pernah merantau ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Faktor ekonomi keluarga yang mendesak Kris pergi merantau.
Di Banjarmasin, warga RT 03/RW 02 itu bekerja di pabrik mebel Pengalaman bekerja selama bertahun-tahun itu ternyata mengasah keahlian Kris dalam pembuatan mebel. Keahlian itu pun yang kini menjadi sumber sandang, pangan, dan papan untuk menghidupi keluarganya.
Selama merantau di Pulau Kalimantan, Kris punya banyak teman. Pada 1987 akhir, dia bertemu dengan teman baru sesama perantau di Samarinda, Kalimantan Timur. Dia berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari dia, Kris mendapatkan keah lian baru, yakni membuat gitar sendiri.
Kris mengakui bahwa temannya itu tak cuma bisa membuat gitar, tetapi dia juga pandai memainkan gitar. Darinyalah, Kris tergugah untuk bisa membuat gitar akustik. “Menurut saya, gitar adalah jenis alat musik mandiri. Dia bisa bunyi tanpa bantuan alat lain. Tidak seperti piano yang bu tuh alat pengeras suara,” ucap nya, sambil duduk di ruang tamu rumahnya.
Kris tak begitu ingat butuh be rapa lama belajar membuat gitar karena rentang waktu yang terlampau jauh. Yang diingat, dia bisa membuat gitar yang menurutnya sempurna di saat pertama kali membuat gitar. “Sekali jadi, karena dasarnya bekerja di mebel, jadi tidak begitu awam ketika membuat gitar,” ungkap bapak satu anak itu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan, kata Kris, sebelum mem buat gitar yang bisa mengeluarkan bunyi nyaring. Itu adalah jenis kayu, jarak fret, ta bung, hingga saddle. Kris tak pernah menggu nakan cetakan dalam membuat gitar. Hanya mengandalkan patok-patok kayu yang dia susun secara manual ketika membentuk bodi gitar. “Ho me industry juga, jadi produksinya tidak banyak,” ujar nya.
Biarpun dengan cara manual, ketika Kris punya banyak waktu luang, dia mampu membuat empat gitar dalam waktu satu bulan. “Dulu sekitar 1998, saya pernah bikin 20 gitar. Kemudian pada 2018-sekarang (2022, Red) sekitar 17 gitar,” kata pria kelahiran 1965 itu.
Gitar buatan Kris itu memiliki nama Jibex W1000. Nama produk itu menyimpan cerita pilu ketika Kris terdesak karena ekonomi pada 2018 lalu. Ketika dia ngopi di warung dekat rumahnya, tebersit ide memakai nama “Jibex” untuk produksi gitarnya waktu itu.
Kris tak membanderol gitar home made-nya dengan harga yang mahal. Mulai harga Rp 550 ribu – Rp 1,5 juta. Perbedaan har ga pun karena bahan-bahan yang dipakai berbeda. Ada yang dari kayu mahoni sampai dengan kayu jati.
Namun begitu, Kris tidak menangkap peluang kerajinan gitar sebagai pekerjaan utama. Sejauh ini, dia memproduksi gitar sekadar untuk hobi. “Karena itu saya tidak memasarkan gitar sam pai ke online, sampai kini se batas mulut ke mulut,” pungkasnya.(*/c1/rka)
