TULUNGAGUNG – Pandemi Covid-19 sangat memengaruhi perekonomian secara luar biasa. Menurunnya tren kasus positif Covid-19 di Tulungagung menjadi angin segar, terutama bagi pelaku usaha. Namun, peningkatan pertumbuhan ekonomi dari 2020 sampai 2021 naik sekitar 6,62 persen.
Koordinator Fungsi Neraca Wilayah dan Analilis Badan Pusat Statistik (BPS) Tulungagung, Imam Rochani mengatakan, kini kondisi perekonomian Kabupaten Tulungagung di tahun 2021 sekitar 3,53 persen. Sebelumnya pada tahun 2020, kondisi perekonomian Kabupaten Tulungagung sempat terkontraksi di angka -3,09. Dari kondisi tersebut, diketahui peningkatan perekonomian di Kabupaten Tulungagung mengalami peningkatan secara signifikan sekitar 6,62 persen. “Lonjakan ini tergolong sangat tinggi, sebelumnya belum pernah terjadi lonjakan mencapai 6,62 persen,” jelasnya Rabu (23/3).
Lanjut dia, ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, seperti kondisi alam serta mobilitas. Salah satu hal yang tidak terpengaruh oleh pandemi Covid-19 yaitu aktivitas di kategori pertanian, perhutanan, dan perikanan. Karena itu, kondisi alam menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten ini. Selain itu, longgarnya beberapa peraturan pandemi juga memengaruhi mobilitas perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan. “Pada tahun 2020 laju pertumbuhan pertanian, kehutanan, dan perikanan berada di angka -0,14 persen. Pada tahun 2021 laju pertumbuhan meningkat menjadi 0,26 persen. Kemudian disusul industri pengolahan, sebelumnya -0,44 persen menjadi 0,87 persen. Serta perdagangan besar dan eceran, sebelumnya -1,88 persen menjadi 1,44 persen,” paparnya.
Disinggung terkait pesatnya peningkatan pertumbuhan ekonomi kontras dengan angka kemiskinan makro dan angka pengangguran yang juga ikut meningkat, dia mengaku, hal itu disebabkan oleh lapangan pekerjaan tidak dapat menyerap tenaga kerja karena perusaahan masih dalam kondisi recovery. Diketahui, pada tahun 2020 angka kemiskinan mikro berada di angka 7,33 persen dan di tahun 2021 meningkat sekitar 0,18 persen menjadi 7,51 persen. Selain itu, pada tahun 2020 angka pangangguran berada di angka 4,61 persen, meningkat sekitar 0,30 persen menjadi 4,91 persen. “Jadi saat ini perusahaan masih dalam kondisi recovery akibat pandemi Covid-19 sehingga masih belum bisa menyerap tenaga kerja,” tutupnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Deni Yudiantoro mengatakan, pandemi Covid-19 memengaruhi perekonomian secara luar biasa. Tidak hanya Indonesia, semua negara juga terdampak. Mulai menurunnya tren kasus positif Covid-19 saat ini merupakan angin segar buat perekonomian, khususnya pelaku usaha. Kini pemerintah telah mencabut peraturan tes antigen atau polymerase chain reaction (PCR) bagi pelaku perjalanan domestik menggunakan transportasi udara, darat, dan laut. Peraturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan mulai berlaku sejak 8 Maret 2022 lalu. Adanya aturan tersebut memberikan dampak psikologis bagi ekonomi sehingga perekonomian akan menggeliat kembali. “Kini sekolah dan kampus sudah memberlakukan aturan pembelajaran tatap muka, yang pastinya kebijakan tersebut membuat pelaku usaha di sekitar kampus dan sekolah akan merasakan dampak bergairahnya iklim usaha yang sempat lesu selama dua tahun. Jika tidak lagi ada aturan PPKM ataupun PSBB, dipastikan pertumbuhan ekonomi di Tulungagung akan meroket kembali,” jelasnya.
Lanjut dia, pertumbuhan ekonomi adalah keadaan ekonomi suatu negara selama periode tertentu yang lebih baik atau meningkat dari periode sebelumnya berdasarkan beberapa indikator. Yakni, kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita, jumlah tenaga kerja yang lebih besar dari pengangguran, serta berkurangnya tingkat kemiskinan. Jika kondisi dari indikator-indikator tersebut mengalami penurunan dari periode sebelumnya, maka negara tersebut mengalami kemunduran ekonomi, bukan perkembangan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi ini bisa dijadikan sebagai patokan yang melihat kemajuan negara dan bagaimana hasil dari pembangunan yang dilakukan selama periode tersebut. Jika pembangunan yang dilakukan pemerintah berhasil, maka akan terlihat pertumbuhan yang signifikan dalam masyarakat. Pertumbuhan ini juga menggambarkan bagaimana kemakmuran rakyat, karena dilihat berdasarkan pendapatan per kapita atau pendapatan rata-rata dari penduduk sebuah negara,” paparnya.
Dia menambahkan, meskipun angka pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan, tetapi angka kemiskinan dan pengangguran juga mengalami kenaikan. Karena selama dua tahun terjadi pandemi, banyak korporasi dan perusahaan melakukan rasionalisasi atau pengurangan pegawai. Bahkan, sampai saat ini serapan tenaga kerja baru belum mengalami kenaikan yang signifikan. Selain itu, dengan kondisi ekonomi yang mengalami perubahan setelah pandemi dan model bisnis yang banyak berubah, berdampak pada masyarakat kecil atau sektor mikro yang mengalami kesulitan untuk masuk sistem pemasaran digital. Perubahan pola beli konsumen yang berubah tersebut harusnya bisa diadopsi dengan cepat oleh sektor mikro sehingga nantinya mampu menjaga eksistensi bisnisnya. “Selain itu, peningkatan angka kemiskinan juga disebabkan karena inflasi. Beberapa bulan terakhir harga komoditas bahan pokok mengalami kenaikan sehingga menyebabkan daya beli masyarakat menjadi menurun dan memicu peningkatan angka kemiskinan,” pungkasnya. (mg2/c1/din)