TRENGGALEK – Sri Wulandari mulai merintis usaha sejak berusia 26 pada 1998 lalu. Kurun waktu itu, telah banyak keringat yang keluar untuk membangun usaha. Namun kini, usaha Family Cookies & Bakery milik Sri Wulandari sudah merambah ke luar pulau dengan produksi hingga ribuan karton (lusin, Red).
Dalam ruang yang steril dengan stainless steel, beberapa orang karyawan yang tengah sibuk memproduksi roti sisir. Para karyawan itu menunjukkan usaha Sri Wulandari sudah sukses. Namun siapa sangka, di balik kesuksesan itu, ternyata Sri Wulandari merintis usahanya sedari nol.
Sri bercerita, awal merintis usaha itu di usia 26 tahun. Dia mengaku bukan terlahir dari orang kaya. Pekerjaan orang tuanya adalah bertani. Oleh sebab itu, impian Sri untuk menempuh jenjang perkuliahan jurusan tata boga di Malang pun sebatas mimpi. “Penghasilan orang tua tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup (sewa kos, makan, dan sebagainya, Red),” ungkap ibu dua anak tersebut.
Namun karena passion atau hobi Sri itu memasak, dia pun tak menyerah dengan keadaan. Uang saku yang diberikan orang tua maupun saudara-saudaranya saat Lebaran selalu ditabung. Dari uang itu, Sri sering kali membeli buku tentang resep-resep masakan. Tak cukup itu, dia pun juga suka menyalin resep masakan dari saudaranya yang berlangganan tabloid. “Sampai sekarang pun salinan-salinan itu masih ada,” imbuh wanita kelahiran 1972 tersebut.
Berbekal pengetahuan akan resep masakan, Sri pun memberanikan diri untuk menerima pesanan. Dengan riang, Sri membuatkan roti dua karton (dua lusin, Red) untuk memenuhi permintaan tersebut. Namun ternyata permintaan itu berujung gagal, karena pemesan membatalkan pesanan itu. “Saya menangis, karena produksi itu dari uang saku yang sudah saya tabung,” ujarnya.
Tak berselang lama, hari berganti malam. Pemilik toko menghampiri Sri yang sedang sedih. Sri pun menceritakan kejadian tersebut, lantas pemilik toko menawarkan untuk rotinya agar dijual di tokonya. “Saya tidak enak hati, karena di toko itu sebetulnya sudah ada dua karton roti saya,” ucapnya. Rezeki tak ke mana. Roti buatan Sri ternyata laku semua. Dia pun lebih semangat memproduksi roti lagi.
Tahun berganti tahun, Sri menikah dengan pujaan hatinya. Yang membuat usaha Family Cookies & Bakery miliknya terus berkembang. Pasalnya, mereka berkomitmen untuk meningkatkan intensitas produksi di tiap tahunnya. Benar saja, dari awal produksi yang sebatas dua karton, produksi itu terus berkembang hingga lebih dari 5 ribu karton.
Berkat suaminya juga, kata Sri, jangkauan pemasaran usahanya semakin meluas dari luar kabupaten hingga ke luar pulau. Meskipun pada 2014 lalu, usaha itu sempat merugi akibat kena retur. “Satu truk itu kena retur,” ujarnya.
Pengalaman itu membuat Sri berpikir jika sistem penjualan konsinyasi itu tidak selalu efektif. Penjualan dengan cara menitipkan barang, kadang kurang terpelihara. Untuk itu, Sri menerima saran untuk membuat fans page. Melalui toko digital itu, konsumen bisa lebih mudah menemukannya. “Sistem pembayarannya pun saya ganti dengan deposito 50 persen dulu dan sisanya ketika barang sudah diterima,” sambungnya.
Melalui sistem tersebut, Sri sebagai produsen dapat lebih mudah memutar uang untuk operasional. Yang membuat usahanya hingga kini terus berkembang, meskipun kenaikan bahan baku dan efek pandemi Covid-19 membuat margin keuntungan selisih tipis. “Saya meyakini usaha pasti ada pasang surutnya,” ujarnya.
Dia pun menuturkan, agar para pengusaha tetap semangat dan tak kehilangan harapan di situasi pandemi maupun ketika harga bahan-bahan baku mahal. “Di situasi ini, yang penting bisa bertahan, meskipun keuntungan sangat kecil,” imbuhnya. (*/c1/rka)