TRENGGALEK – Panas menyengat tak menyurutkan semangat ribuan massa turun ke jalan. Para peserta aksi dari Asosiasi Kepala Desa (AKD) dan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) itu sepakat menolak isi Peraturan Presiden (Perpres) 104/2021.
Alasannya, klausul-klausul dalam perpres dituding merampas hak otonomi desa. Hal itu tertuang pada pasal 5, ayat (4) a, b, dan c. Yakni pemdes harus mengalokasikan 40 persen DD untuk program perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai. Kemudian pada butir b, pemdes harus mengalokasikan minimal 20 persen untuk ketahanan pangan dan nabati. Terakhir pada butir c, pemdes lagi-lagi harus mengalokasikan DD untuk pendanaan penanganan Covid-19 minimal 8 persen. Apabila dijumlahkan, maka pemerintah mematok 68 persen DD untuk menyukseskan program dari pemerintah pusat.
Koordinator aksi massa, Puryono menekankan bahwa hal yang dipersoalkan bukan tertuju pada program BLT, melainkan klausul yang menyebutkan paling sedikit atau minimal. Pasalnya, klausul-klausul itu justru bisa memberatkan pemerintah desa (pemdes) ketika nilai DD yang didapat desa-desa itu cuma terbatas.
Lebih lanjut, besaran DD untuk desa-desa di Kabupaten Trenggalek itu berbeda. Khususnya di Desa Karangturi, Kecamatan Munjungan, mendapatkan DD Rp 1,5 miliar. Dari kacamata perpres, artinya 40 persen DD setara dengan Rp 700 juta untuk BLT DD. Belum lagi, program ketahanan pangan dan nabati paling sedikit 20 persen. Dan, program dukungan pendanaan penanganan Covid-19 minimal 8 persen. Artinya, pemdes hanya dapat mengelola 32 persen untuk pengembangan infrastruktur dan pemberdayaan.
“Kita sangat kesulitan, kalau dikasih minimal. Bagaimana dengan infrastruktur dan pemberdayaan yang seharusnya menjadi program prioritas?” ungkap Kades Karangturi, Kecamatan Munjungan itu.