Tulungagung – Usai 18 anggota pencak silat di Kecamatan Gondang dan Kedungwaru diamankan polisi, lantaran melakukan bikin onar, forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) melakukan kesepakatan bersama perguruan silat di Tulungagung, kemarin (12/1). Namun ada beberapa poin sempat mengganjal pengurus perguruan silat.
Acara di Pendapa Kongas Arum Kusumaning Bongso tersebut, para ketua perguruan turut hadir mendengarkan arahan dari para petinggi pemerintahan Tulungagung. Mereka dibuat merinding, ketika Kapolres Tulungagung berbicara dengan nada lantang, lantaran awal tahun 2023 sudah dua kasus pencak silat ditanganinya dan polres ingin memberikan penekanan kepada pengurus pencak silat.“Kami menindak tegas kasus oknum yang menyangkut pencak silat. Lantaran pada 2021 sebanyak 26 kasus, namun meningkat pada 2022 hingga menjadi 39 kasus pencak silat.
Sedangkan awal 2023 sudah 2 kasus,” ujar Kapolres Tulungagung, AKBP Eko Hartanto, ditemui usai acara tersebut. Melihat tren kasus itu, Eko menyebut sangat mungkin terjadi kasus terkait anggota pencak silat akan meningkat di tahun 2023. Maka dari forkopimda dengan perwakilan pengurusan pencak silat duduk bersama untuk membuat komitmen mencegah adanya kasus serupa tidak terjadi lagi.
Dia berharap dengan adanya duduk bersama ini hingga legalitas komitmen yang disepakati bersama, dapat mengahasilkan regulasi yang baik. Polisi tidak ingin, jika tanpa adanya komitmen bersama akan menjamin kasus oknum pencak silat ini akan tidak terulang kembali.“Memang adanya niat hingga peluang dan kesempatan menjadi peluang adanya tindak kekerasan. Apalagi dari beberapa kasus ini, ditemui pemakaian kaus atau atribut tidak pada tempatnya. Dipakai di mana-mana, padahal tidak latihan,” terangnya.
Dia menambahkan, harus ada komitmen bersama untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di Tulungagung. Namun pihaknya mengakui bila ada beberapa ketua perguruan sempat keluh kesah terhadap nota kesepakatan tersebut. Maka pihaknya akan melakukan analisa bersama.“Kami terus mengingatkan, namun tentu ada yang patuh dan tidak. Kami mengusahakan dan merekomendasikan wadah kegiatan pencak silat yang positif kedepannya,” tandasnya.
Sementara itu, Bupati Tulungagung Maryoto Birowo menambahkan, pertemuan kali ini bertujuan untuk menyamakan pandangan atarperguruan pencak silat di Tulungagung. Agar keamanan dan kenyamanan warga bisa terjamin. “Apabila permasalahan yang melibatkan oknum perguruan pencak silat terus terjadi, maka bisa direkomendasikan menjadi peraturan daerah (perda) terkait pencak silat. Akan kami usulkan ke DPRD Tulungagung untuk menjadi perda,” jelasnya.
Akan tetapi, Ketua DPRD Tulungagung, Marsono menilai pembuatan perda terkait perguruan pencak silat belum terlalu mendesak. Pasalnya dengan banyaknya perda belum tentu memberikan manfaat kepada masyarakat. “Saya lebih mendorong ke arah sisi humanis, silaturahmi dan menjaga komunikasi antarperguruan pencak silat di Tulungagung,” ungkapnya.
Sedangkan menurut Sekretaris Pagar Nusa, Khoirul Huda, pihaknya menerima kesepakatan bersama dari forkopimda. Namun pihaknya meminta tinjau ulang, dua poin dalam kesepakatan yang telah ditandatanganinya. Bahkan sempat izin untuk tidak menandatangani komitmen tersebut, sebab ada rekan yang mengatakan untuk formalitas saja. “Saya sebenarnya ketika diinstruksikan tanda tangan memilih meninggalkan tempat, namun dipanggil bupati. Sehingga saya tidak enak dan menandatangani nota komitmen tersebut. Namun kami meminta ada duduk bersama lagi, karena nota kesepakatan dari Polda Jatim,” tegasnya.
Dia mengungkapkan, poin pertama yang harus ditinjau ulang yakni tentang semua persoalan harus tanggung jawab ketua atau pengurus perguruan silat. Dia menegaskan, antarperguruan silat tidak pernah berselisih dan menganggap yang membuat perselihan itu merupakan oknum. Selain itu, agak keberatan perihak dilarangnya aktivitas pencak silat ketika Sabtu malam, karena tiap beberapa bulan sekali ada kegiatan di waktu tersebut. “Kami tidak mau bila ada gesekan atau perselisihan di lapangan, selalu disangkutkan dengan perguruan silat. Bahkan kasus di kekerasan di Gondang dan Ketanon itu merupakan tindakan dari komunitas di luar perguruan silat,” tuturnya.
Masih menurut dia, komunitas yang resmi dari perguruan tidak akan membuat kerusuhan dengan memakai atribut. Maka oknum pencak silat yang melakukan kekerasan tersebut bukan tanggung jawabnya. Dia menganggap, pemkab harus menindak tegas komunitas pencak silat di luar perguruan untuk tidak membuat kerusuhan.
Pada tempat terpisah, Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Tulungagung, Hery Widodo menanggapi maraknya kasus oknum pencak silat ini layak untuk dibubarkan kelompok yang menaunginya. Lantaran kejadian atau kasusnya setiap tahun ada, apalagi selalu mengakibatkan korban yang tidak tahu apa-apa.
“Pemkab Tulungagung sangat berhak untuk membubarkan kelompok yang menaungi oknum pencak silat ini. Pertimbangannya, karena membuat keamanan dan ketertiban tidak berjalan dengan baik,” ungkap Hery yang ditemui kemarin.
Dia mencontohkan, ketika anggota pencak silat konvoi hingga membuat iring-iringan di jalanan, sehingga membuat pengguna jalan menepi. Namun ini menjadi akibat kebiasaan, yang hukuman tidak membuat mereka jera. Maka harus ada sanksi yang dapat membuat jera dari oknum pencak silat tersebut.(jar/din)