KABUPATEN BLITAR – Pembagian sertipikat alias redistribusi tanah lahan bekas Perkebunan Karangnongko, Desa Modangan, Kecamatan Glegok ternyata tak menyelesaikan masalah. Sebaliknya, kini persoalan tersebut justru masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Puluhan warga Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, yang sebelumnya memenangkan gugatan pengadilan menempuh jalur hukum ke PTUN. Itu tidak lain karena keputusan pemerintah melakukan redistribusi tanah tersebut dinilai tidak tepat. Mereka tidak pernah dilibatkan. Padahal, belasan tahun mereka menempuh jalur hukum untuk mendapatkan hak atas lahan garapan ini. Di sisi lain, putusan pengadilan negeri hingga tingkat kasasi juga memenangkan gugatan mereka.
Kuasa Hukum Warga Pemenang Gugatan Pengadilan, Pujihandi mengatakan, gugatan atas sertipikat dari hasil redistribusi tanah bekas Perkebunan Karangnonko sudah diajukan ke PTUN beberapa pekan lalu. Rabu (20/4), rangkaian proses persidangan sudah mulai dilaksanakan. “Selasa depan (26/4) para pemilik sertipikat dihadirkan ke persidangan,” katanya.
Diketahui, ada sekitar 758 warga yang sudah mendapatkan sertipikat lahan dari proses redistribusi tanah ini. Itu termasuk 48 warga yang mengajukan gugatan ke PTUN ini.
Pujihandi melanjutkan, 48 warga tersebut mengajukan gugatan karena mereka tidak pernah mendaftarkan diri dalam kegiatan redistribusi tanah. Itu kerana mereka berpedoman pada putusan pengadilan sebagai dasar untuk mengolah lahan bekas perkebunan. “Pertanyaannya, kenapa 48 warga ini dapat sertipikat? Mereka kan tidak pernah daftar redistribusi tanah, terus siapa yang tanda tangan pengajuan atau pendaftaran redis untuk mereka,” tanya Pujihandi.
Tidak hanya itu, ada banyak kejanggalan lain dalam proses redistribusi tanah ini. Selain data 48 warga tersebut, disinyalir ada banyak penerima sertipikat yang notabene bukan berasal dari desa atau wilayah sekitar perkebunan.
Dia menjelaskan, dari sekitar 223 hektare lahan bekas Perkebunan Karangnongko, sementara hanya 103 hektare yang masuk pada kegiatan redistribusi ini. 103 hektare tanah tersebut dipecah menjadi 839 bidang tanah atau sertipikat dan dibagikan kepada 758 warga. Beberapa warga mendapatkan lebih dari satu sertipikat dalam kegiatan tersebut.
“Informasi yang kami terima, 655 kepala keluarga (KK) itu warga Modangan, 33 KK dari Desa Karangrejo, 44 KK dari Desa Penataran, dan sisanya itu dari luar Kabupaten Blitar,” ujarnya.
“Kami dengar bahwa ada juga warga yang sudah pernah ikut program redistribusi tanah dan dapat lagi di Modangan ini,” imbuhnya.
Ditanya soal sisa lahan bekas perkebunan lainnya, Pujihandi mengatakan, sebagian akan dimasukkan dalam program redistribusi tanah tahun ini dan sisanya akan diberupakan hak guna usaha (HGU). “Jadi yang 90 hektare itu kabarnya akan menjadi HGU dan 30 hektare lainnya akan jadi objek redistribusi tahun ini,” tuturnya.
Menurut dia, tujuan pemerintah membentuk tim gugus tugas reforma agraria di Kabupaten Blitar sudah melenceng. Betapa tidak, tim yang seharusnya ditugaskan untuk menyelesaikan masalah justru memantik masalah di masyarakat. “Ini justru memicu masalah baru, misalnya dugaan pemalsuan. Makanya, kami juga berencana melaporkan ini ke aparat yang berwajib,” tandasnya. (hai/c1/wen)