Sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat pastinya kita juga mengenal berbagi sifat ataupun karakteristik orang. Namun, sebagai bagian di dalam masyarakat tentunya juga mengalami hambatan dalam melaksanakan sosialisasi dengan orang baru.
Sexual Harassment atau biasa disebut dengan pelecehan seksual adalah salah satu perilaku yang tidak diinginkan oleh keseluruhan orang, pelecehan sendiri dapat terjadi baik secara verbal dan non verbal yang menimbulkan korban merasa tidak nyaman, tersinggung, malu, terhina, terintimidasi, terancam hingga dirugikan.
Sexual Harassment tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat bahkan juga terjadi di dunia pendidikan dan tempat umum lainnya yang menyasar targetnya tidak hanya pada perempuan dewasa tetapi juga anak-anak.
Sexual Harassment sendiri dapat terjadi tanpa memandang gender yang artinya bisa dilakukan oleh siapa saja dan ditujukan untuk siapa saja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh L’Oréal Paris bekerja sama dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hollaback di Jakarta mengatakan 82% Sexual Harassment dialami oleh perempuan.
Dari sekian banyak bentuk Sexual Harassment ada satu pelecehan yang sering terjadi di sekitar saya, yaitu Catcalling. Catcalling adalah perilaku pelecehan seksual verbal yang dilakukan oleh seseorang untuk menarik perhatian korban dengan cara seperti melakukan siulan, main mata, memberikan komentar ataupun ucapan yang bernuansa seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi serta keinginan seksual, colekan atau sentuhan pada bagian tubuh, dan gerakan atau isyarat yang bersifat seksual.
American Seal melakukan survei dengan hasil sebanyak 71% perempuan pernah mengalami catcalling dan 53% di antaranya mendapatkan pelecehan secara fisik. Perlakuan tersebut tentunya dapat membuat korban merasakan trauma tersendiri dan korban juga pasti merasa tidak memiliki ruang bebas gerak untuk mengeksplor kehidupan di luar rumah.
Catcalling sering terjadi karena beberapa faktor seperti budaya patriarki di mana laki-laki yang selalu menganggap dirinya hebat ketika merasa berhasil menjahili korban hingga korban merasa tidak nyaman. Hal tersebut paling sering terjadi jika pelaku mendapat dukungan teman-teman sekelompoknya untuk menggoda dan merasa menguasai suatu tempat tersebut. Seperti contohnya, ketika seorang gadis sedang berjalan untuk membeli makanan ringan di warung dan warung tersebut dijadikan juga sebagai tempat nongkrong oleh laki-laki yang sedang berkerumun, di sana pasti gadis itu akan digoda oleh kerumunan laki-laki tersebut.
Kurangnya edukasi yang dilakukan oleh pemerintah tentang pelecehan seksual juga menjadi salah satu faktor. Berdasarkan pengamatan yang ada mayoritas catcalling dilakukan oleh tukang bangunan, supir truck/kendaraan umum, dan tukang parkir. Meskipun perilaku ini hanya dianggap candaan oleh para pelaku untuk menarik perhatian korban akan tetapi hal tersebut termasuk dalam perbuatan yang merugikan, karena dapat menganggu kesehatan mental & psikisnya.
”Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyikapi Catcalling, yaitu berani menunjukkan rasa ketidaknyamanan, memutuskan untuk menghindar atau melawan, dan menghindari sekumpulan laki-laki serta menghindari tempat tertentu pada saat tertentu,” ucap Psikiater Dr. Rizal Fadli
Dasar hukum perilaku catcalling sudah tertuang pada Pasal 281 Ayat (2) KUHP yang berbunyi “barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan, maka pelaku dapat dipenjara atau dikenakan denda. Berlandaskan pasal ini, pelaku catcalling dapat diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”
Untuk menjerat pelaku dan memperkuat dasar hukuman dengan menggabungkan perspektif pidana. Melalui KUHP Pasal 315 dan UU Nomor 44 tahun 2008 Pasal 8, Pasal 9, Pasal 34, dan Pasal 35 tentang pornografi yang bisa digunakan sebagai penyelesaian perbuatan catcalling di Indonesia.
Meskipun hanya ada beberapa pasal saja dan tindak pidananya juga belum terlalu kuat setidaknya hukuman tersebut dapat membuat pelaku merasa jera dan pelaku dapat mengerti bahwa tidak semua hal bisa dijadikan bahan candaan.